Kamis, 25 Desember 2008

AKHLAQ CERMIN AQIDAH

AKHLAQ CERMIN AQIDAH

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlaq yang agung” (QS al- Qalam, 68 : 4).

Adakah orang yang tidak menyukai perhiasan? jawaban pertanyaan ini jelas, bahwa tidak ada seorangpun melainkan ia menyukai perhiasan dan senang untuk tampil berhias di hadapan siapa saja. Karena itu kita lihat banyak orang berlomba-lomba untuk memperbaiki penampilan dirinya. Ada yang lebih mementingkan perhiasan zhâhir (luar) dengan penambahan aksesoris sepertipakaian yang bagus, make up yang mewah dan emas permata, sehingga mengundang decak kagum orang yang melihat. Adapula yang berupaya memperbaiki kualitas akhlaq, memperbaiki dengan akhlaq islami.

Yang disebut terakhir ini tentunya bukan decak kagum manusia yang dicari, namun karena kesadaran agamanya menghendaki demikian dengan disertai harapan mendapatkan pahala dari Allah subhânahu wa ta’âla. Kalaupun penampilannya mengundang pujian orang, ia segera mengembalikannya kepada Allah karena kepunyaan-Nyalah segala pujian dan hanya Dialah yang berhak untuk dipuji.

Islam Mengutamakan Akhlaq

Mungkin banyak di antara kita kurang memperhatikan masalah akhlaq. Di satu sisi kita mengutamakan tauhid yang memang merupakan perkara pokok/inti agama ini, berupaya menelaah dan mempelajarinya, namun disisi lain dalam masalah akhlaq kurang diperhatikan. Sehingga tidak dapat disalahkan bila ada keluhan-keluhan yang terlontar dari kalangan 'awwâm, seperti ucapan : “Wah udah ngerti agama kok kurang ajar sama orang tua.” Atau ucapan : “Dia sih agamanya bagus tapi sama tetangga tidak pedulian.”, dan lain-lain.

Seharusnya ucapan-ucapan seperti ini ataupun yang semisal dengan ini menjadi cambuk bagi kita untuk mengoreksi diri dan membenahi akhlaq. Islam bukanlah agama yang mengabaikan akhlaq, bahkan islam mementingkan akhlaq. Yang perlu diingat bahwa tauhid sebagai sisi pokok/inti islam yang memang seharusnya kita utamakan, namun tidak berarti mengabaikan perkara penyempurnaannya. Dan akhlaq mempunyai hubungan yang erat. Tauhid merupakan realisasi akhlaq seorang hamba terhadap Allah dan ini merupakan pokok inti akhlaq seorang hamba. Seorang yang bertauhid dan baik akhlaqnya berarti ia adalah sebaik-baik manusia. Semakin sempurna tauhid seseorang maka semakin baik akhlaqnya, dan sebaliknya bila seorang muwahhid memiliki akhlaq yang buruk berarti lemah tauhidnya.

Rasululah s.a.w. Diutus Untuk Menyempurnakan Akhlaq

Rasulullah -- Muhammad -- Shalallâhu ‘Alaihi wa Sallam, rasul kita yang mulia mendapat pujian Allah. Karena ketinggian akhlaq beliau sebagaimana firmanNya dalam QS Al-Qalam, 68: 4. Bahkan beliau Shalallâhu ‘Alaihi wa Sallam sendiri menegaskan bahwa kedatangannya adalah (hanyalah) untuk menyempurnakan akhlaq yang ada pada diri manusia, “Hanyalah aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlaq.” (HR.Ahmad, lihat ash-Shahíhah oleh Syaikh Nashiruddin al-Albani, hadis no. 45 dan beliau menshahihkannya).

Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu -- seorang sahabat yang mulia menyatakan -- : “Rasulullah Shalallâhu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling baik budi pekertinya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). Dalam hadis lain Anas bin Malik memuji beliau (Rasulullah Shalallâhu ‘Alaihi wa Sallam): “Belum pernah saya menyentuh sutra yang tebal atau tipis lebih halus dari tangan Rasulullah Shalallâhu ‘Alaihi wa Sallam. Saya juga belum pernah mencium bau yang lebih wangi dari bau Rasulullah Shalallâhu ‘Alaihi wa Sallam. Selama sepuluh tahun saya melayani Rasulullah Shalallâhu ‘Alaihi wa Sallam, belum pernah saya dibentak atau ditegur perbuatan saya : mengapa engkau berbuat ini? Atau mengapa engkau tidak mengerjakan itu?” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Akhlaq merupakan tolok-ukur kesempurnaan iman seorang hamba sebagaimana telah disabdakan oleh Rasulullah Shalallâhu ‘Alaihi wa Sallam : “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaqnya.” (HR at-Tirmidzi, dari Abu Hurairah radhyiallâhu ‘anhu, diriwayatkan juga oleh Ahmad. Disahihkan oleh Nashiruddin al-Albani dalam ash-Shahíhah No.284 dan 751). Dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin 'Amr bin al-‘Ash radhiyallâhu ‘anhumâ disebutkan : “Sesungguhnya sebaik-baik kalian ialah yang terbaik akhlaqnya.”

Keutamaan Akhlaq

Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu mengabarkan bahwa suatu saat Rashulullah Shalallâhu ‘Alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang kriteria orang yang paling banyak masuk surga. Beliau (Rasulullah Shalallâhu ‘Alaihi wa Sallam) menjawab: “Taqwa kepada Allah dan Akhlaq yang Baik.” (Hadis Shahih Riwayat at-Tirmidzi, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Lihat Riyâdhush Shâlihin hadis no. 627, tahqíq Rabbah dan Daqqaq).

Tatkala Rasulullah Shalallâhu ‘Alaihi wa Sallam menasihati sahabatnya, beliau (Rasulullah Shalallâhu ‘Alaihi wa Sallam) menggandengkan antara nasihat untuk bertaqwa dengan nasihat untuk bergaul/berakhlaq yang baik kepada manusia sebagaimana hadis dari Abu Dzar, ia berkata bahwa Rasulullah Shalallâhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada dan balaslah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya kebaikan itu akan menutupi kejelekan dan bergaullah dengan manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR at-Tirmidzi, ia berkata: hadis (ini) hasan, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Salim al-Hilali).

Dalam timbangan (mízân) amal pada hari kiamat tidak ada yang lebih berat dari pada aklak yang baik, sebagaimana sabda rasulullah Shalallâhu ‘Alaihi wa Sallam: “Sesuatu yang paling berat dalam mízân (timbangan seorang hamba) adalah akhlaq yang baik.” (HR. Abu Daud dan Ahmad, dishahihkan oleh Nashiruddin al-Albani. Lihat ash-Shahíhah Juz 2, hal 535). Juga sabda beliau : “Sesungguhnya sesuatu yang paling utama dalam mizan (timbangan) pada hari kiamat adalah akhlaq yang baik.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Nashiruddin al-Albani. Lihat ash-Shahíhah Juz 2, hal. 535).

Dari Jabir radhiyallâhu ‘anhu (dia) berkata, bahwa Rasulullah Shalallâhu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling saya kasihi dan yang paling dekat padaku majelisnya di hari kiamat ialah yang terbaik budi pekertinya.” (HR. at-Tirmidzi dengan sanad hasan. Diriwayatkan juga oleh Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Lihat ash-shahíhah Juz 2, hal. 418-419).

Dari hadis-hadis di atas dapat dipahami bahwa akhlaq yang paling baik memiliki keutamaan yang tinggi. Karena itu sudah sepantasnya setiap muslim dan muslimah mengambil akhlaq yang baik sebagai perhiasannya. Yang perlu diingat bahwa ukuran baik atau buruk suatu akhlaq bukan ditimbang menurut selera individu, bukan pula hitam-putih akhlaq itu menurut ukuran adat yang dibuat manusia. Karena boleh jadi, yang dianggap baik oleh adat bernilai jelek menurut timbangan syari’at atau sebaliknya.

Jelas bagi kita bahwa semuanya berpatokan pada syari’at, dalam semua masalah termasuk akhlaq. Allah sebagai Pembuat syari’at ini, Maha Tahu dengan keluasan ilmu-Nya apa yang mendatangkan kemashlahatan/kebaikan bagi hamba-hamba-Nya.

Wallâhu A’lam bish Shawâb.

Tidak ada komentar: