Jumat, 05 Desember 2008

SIKAP KITA TERHADAP SETAN

SIKAP KITA TERHADAP SETAN

Setan merupakan salah satu dari makhluk Allah SWT yang pada dasarnya diciptakan untuk mengabdi kepada Allah SWT sebagaimana manusia diciptakan juga untuk beribadah kepada-Nya. Hal ini karena setan berasal dari golongan jin yang sama-sama diciptakan untuk mengabdi kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:


"Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia kecuali supaya mengabdi kepada-Ku." (QS adz-Dzâriyât [51]: 56).

Kita mengenal sejarah godaan setan kepada manusia bermula interaksi anergis antara Adam-Hawa dengan Iblis. Adam-Hawa berasal dari golongan manusia, sedang Iblis berasal dari golongan jin.

Disebutkan dalam firman Allah SWT:


“Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: "sujudlah kamu kepada Adam[1]. Maka sujudlah mereka kecuali iblis. dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain Aku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim.” (QS al-Kahfi [18]: 50).

Di dalam al-Quran, Allah SWT mengemukakan sikap-sikap yang ditunjukkan oleh manusia terhadap setan dan menunjukkan kepada kita bagaimana seharusnya kita bersikap kepadanya agar dapat mewujudkan kehidupan yang baik di dunia ini sehingga membawa kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

1. Setan sebagai Saudara

Dalam bersikap kepada setan, ada manusia yang menjadikannya seperti saudara sehingga ia memiliki sifat-sifat yang sama sebagaimana yang dimiliki oleh setan, satu diantaranya adalah melakukan apa yang disebut dengan tabdzîr dalam penggunaan harta, yakni menggunakan atau membelanjakan harta untuk sesuatu yang tidak dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya, baik sedikit apalagi banyak. Dalam bahasa kita hal ini diistilahkan dengan pemborosan, karena mengandung kesia-siaan.

Orang yang melakukan hal ini disebut dengan mubazir. Harta yang kita miliki, sebanyak apapun dia sangat banyak yang membutuhkannya baik untuk keluarga sendiri yang memang sangat berhak maupun orang lain seperti orang miskin dan orang yang dalam perjalanan yang memerlukan pertolongan, Allah SWT berfirman:

"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS al-Isrâ’ [17]: 26-27).

2. Setan sebagai Pemimpin dan Pelindung

Dalam kehidupan ini, manusia membutuhkan pemimpin, namun manusia tidak boleh sembarangan memilih pemimpin, karena hal itu bisa mengakibatkan persoalan yang sangat pelik. Namun yang amat disayangkan adalah ada manusia yang menjadikan setan atau orang-orang yang berwatak setan sebagai pemimpin sehingga kepemimpinan itu membawa akibat negatif yang sangat besar, Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya menjadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah." (QS an-Nahl [16]: 99-100).

Kata sulthân (kekuasaan) dalam ayat di atas berasal dari kata as-Sâlith yang maksudnya adalah minyak yang digunakan untuk menyalakan lampu yang menggunakan sumbu. Ini berarti sulthân adalah keterangan atau bukti yang menjelaskan sesuatu dengan terang dan mampu meyakinkan pihak lain, baik benar maupun salah. Setan memang memiliki kemampuan untuk memperdaya manusia, namun yang bisa diperdaya oleh Setan hanyalah orang-orang yang lemah imannya, yang menjadikannya sebagai pemimpin, sama seperti virus sebuah penyakit yang hanya akan menimpa orang-orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang kuat.

Penggunaan kata "wali" (pelindung) terhadap setan juga disebutkan dalam firman Allah SWT:


"Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (QS al-Baqarah [2]: 257).

Ini berarti ada manusia yang menjadikan setan sebagai pemimpin dan pelindung. Kata "wali" bermaksud sesuatu yang langsung datang atau berada sesudah sesuatu yang lain, tidak ada perantara di antara keduanya. Ketika Allah SWT atau setan yang dijadikan sebagai wali oleh manusia, itu artinya manusia memiliki hubungan yang sangat dekat sehingga langsung ditolong, dibantu dan dilindungi. Ketika Allah SWT yang dijadikan sebagai wali (pemimpin dan pelindung), maka Allah SWT akan mengeluarkan manusia dari kegelapan dan kesesatan kepada cahaya yang terang, yakni petunjuk hidup yang benar, namun ketika manusia menjadikan setan sebagai wali, maka setan akan mengeluarkan manusia dari jalan hidup yang benar (cahaya) kepada kegelapan atau kesesatan yang banyak.

3. Setan sebagai Kawan

Dalam kehidupan ini, manusia tidak bisa hidup sendirian, ia membutuhkan kawan yang dapat menghibur dikala duka, yang dapat membantu dikala susah dan menemaninya dikala sepi, bahkan memecahkan persoalan saat menghadapi masalah. Karena itu, manusia seharusnya menjadikan orang-orang yang baik dan shaleh sebagai kawan, karenanya Allah SWT berpesan kepada setiap mukmin untuk selalu berkawan kepada orang-orang yang shiddîq (benar), Allah SWT berfirman:


"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar." (QS at-Taubah [9]: 119).

Karena itu amat disayangkan bila manusia menjadikan setan atau orang-orang yang berwatak setan sebagai kawan dekatnya, akibatnya merebaklah berbagai kejahatan yang disebarluaskan oleh setan, karena setan dan pengikut-pengikutnya hanya akan membuat manusia menempuh jalan hidup yang sesat hingga berujung ke neraka, Allah SWT berfirman:

"Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap setan yang sangat jahat, yang telah ditetapkan terhadap setan itu, bahwa barangsiapa yang berkawan dengan dia, tentu dia akan menyesatkannya dan membawanya ke azab neraka ." (QS al-Hajj [22]: 4)

4. Setan sebagai Musuh

Sikap terbaik yang harus ditunjukkan oleh manusia terhadap setan adalah menganggap dan menjadikannya sebagai musuh yang harus diperangi dan diwaspadai setiap saat. Setan harus diperlakukan sebagai musuh karena sepak terjangnya dalam kehidupan kita menjadi kendala besar bagi kita untuk bisa menjadi muslim yang sejati, Allah SWT berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu." (QS al-Baqarah [2]: 208)

Disamping itu, seruan Allah SWT untuk memperlakukan setan sebagai musuh tidak hanya ditujukan kepada orang-orang yang beriman, tapi juga kepada seluruh umat manusia, karena ada kebutuhan-kebutuhan manusia yang harus dipenuhinya dan ia tidak boleh menghalalkan segala cara dalam upaya mencapainya, Hal ini karena, meskipun manusia tidak beriman kepada Allah SWT atau tidak menjadi muslim, dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, tetap saja mereka yang tidak beriman kepada Allah-pun tidak membenarkan upaya yang menghalalkan segala cara, Allah SWT berfirman:

"Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu." (QS al-Baqarah [2]: 168).

Keharusan manusia menjadikan setan sebagai musuh juga karena dalam kehidupan bersama, manusia sangat mendambakan kedamaian hidup, sedangkan setan selalu menanamkan perselisihan, permusuhan ke dalam jiwa manusia hingga akhirnya terjadi peperangan; tidak hanya dengan kata-kata tapi juga perang secara fisik dengan korban harta dan jiwa yang sedemikian banyak serta membawa dampak kejiwaan yang negatif, dan ini sebenarnya tidak dikehendaki oleh manusia, Allah SWT berfirman:

"Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan diantara mereka. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi manusia." (QS al-Isrâ’ [17]: 53).

Manakala kita siap menjadikan setan sebagai musuh, maka setiap kita harus waspada 24 jam setiap harinya, memiliki kesiapan untuk “berperang” dengannya dalam arti tidak ada kompromi dengan setan, memiliki daya tahan yang kuat untuk menghalau godaan setan dan memohon perlindungan kepada Allah SWT dari gangguan-gangguan setan, bila ini yang kita lakukan, maka kita bisa menjadi orang yang bertakwa dengan sebenar-benar takwa.



[1] Sujud di sini berarti: menghormati dan memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud memperhambakan diri. Karena sujud memperhambakan diri itu hanyalah semata-mata kepada Allah.

Tidak ada komentar: