WARISAN YUNANI, ISKANDARIAH DAN TIMUR (
SUASANA TIMUR DEKAT PADA ABAD KETUJUH[1]
Beberapa alasan telah dikemukakan berkenaan dengan cepatnya proses penaklukan itu. Tindakan perluasan Kaisar Romawi, Heraclius, pada tahun 610, menimbulkan suatu masa perseteruan sengit antara orang-orang Persia dan Bizantium yang telah terlibat dalam suatu pertempuran panjang untuk memperoleh pengaruh militer di Timur Dekat. Hal ini tentu saja sangat melemahkan kekuatan kedua belah pihak yang telah bertarung sedemikian lama, sehingga tentara Arab berhasil mencatat serangkaian kemenangan yang menentukan terhadap kedua pasukan yang jauh lebih unggul dan banyak jumlahnya, meskipun orang-orang Arab sebenarnya belum banyak berpengalaman dalam perang-perang berskala besar.
Selain itu, perbedaan dan perseteruan keagamaan, di mana terlibat orang-orang sekte Nestorian, Monofisite dan Meichite (aliran ortodoks) menimbulkan rasa tidak puas dan senang penduduk
Iskandariah merupakan pusat studi filsafat dan teologi Yunani yang sangat penting pada abad ketujuh, sekalipun tentu saja bukan satu-satunya. Di Syria dan Irak, (filsafat dan teologi) Yunani sudah dipelajari sejak abad keempat; tepatnya di
Bersama dengan terjemah naskah-naskah teologis itu, seringkali diikutsertakan terjemah karya-karya yang berkaitan dengan logika. Hal ini didorong oleh kebutuhan untuk meneliti makna yang lebih dalam tentang konsep-konsep teologis dan proses dialektis yang dikenalkan dalam perdebatan kristologis pada masa itu. Tetapi perlu dicatat, bahwa para penerjemah itu tidak meneruskan terjemah mereka sampai pada Isagoge Porphyry, Categories, Hermeutica dan Analytica Priora.[3] Sebagaimana terbukti dalam tradisi yang dinisbatkan atas nama Al-Farabi dalam sumber-sumber yang berbahasa Arab, bahwa studi-studi logika tidak dikejar sampai ada Analytisa Priora, karena adanya bahaya-bahaya yang terkandung dalam mempelajari argumen-argumen demonstratif dan sofistis.[4]
Penaklukan oleh bangsa Arab pada umumnya tidak mengganggu penelitian akademik yang dilakukan para sarjana di Edessa, Nisibis dan pusat-pusat studi lainnya di Timur Dekat. Salah satu indikatornya adalah kenyataan bahwa
Studi-studi teologis masih terus ditekuni tanpa mengalami hambatan pada abad ketujuh di biara Monofisit Qinnesin di Syria Utara. Biara yang didirikan John bar Aphtona (w. 538) pada abad keenam, telah menghasilkan sejumlah sarjana, seorang di antaranya yang paling menonjol ialah Severus Sebokht (w. 667). Ia menyusun beberapa komentar tentang Hermeneutica dan Rethorica Aristoteles dan menulis risalah tentang Syllogisme Analytica Priora.[6] Murid Severus yang paling terkenal ialah Jacob dari
Biara Qinnesin menghasikan dua sarjana lainnya yang terkemuka: Athanasius dari Balad (w. 696) dan muridnya, George, seorang Uskup Arab (w. 724) yang kedua-duanya telah menerjemahkan dan mengomentari Categories, Hermeneutica dan buku pertama dari Analytica Priora karya Aristoteles, seperti halnya Isalog karya Porphyry.[8] Begitu tinggi Renan menilai karya George, sehingga ia menyatakan bahwa "di antara para penafsir
Masih ada dua lembaga studi Yunani lain yang penting pada abad ketujuh di
Perguruan Jundishapur, yang didirikan oleh Chosrous I (Anushirwan) sekitar tahun 555 dianggap sebagai lembaga utama pengajian Helenik di Asia Barat, yang pengaruhnya telah menyebar ke dunia Islam pada masa pemerintahan 'Abbasiyah. Guru-gurunya yang beraliran Nestorian, oleh Chosrous yang bijaksana diperkenankan untuk menekuni studi-stdi ilmiah mereka dan merumuskan tradisi-tradisi keilmuan Syria-Yunani. Guru Yunani disambut oleh kalangan istana
Perhatian kepada filsafat dan ilmu-ilmu teoritis juga banyak muncul, berkat dorongan sekolah Jundishapur. Seorang Persia, yaitu Yahya al-Barmaki (w. 657), menteri dan penasihat Harun al-Rasyid, yang antusiasmenya luar biasa terhadap studi-studi Helenis, sangat membantu perkembangan penerjemahan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Arab. Dan seorang murid Jibril bin Bakhtishu-lah, yaitu Yuhanna bin Masawayh (w. 857), guru Hunain Agung, yang menjadi penerjemah Arab pertama yang paling menonjol dari karya-karya Yunani. Ia juga menjadi Kepala Sekolah Baghdad (Bait al-Hikmah) pertama, yang didirikan oleh al-Ma'mun pada tahun 830.
[1] Diterjemahkan oleh Muhsin Hariyanto, dari Majid Fakhry, A History of Islamic Philosophy,
[2] Duval. Histoire d'Edesse, h. 162 dan Wright, History of Syriac Literature, h. 61 dst.
[3] Lihat Georr, Les Categories d'Aristote dans leurs versions syro-arabes, h. 14, Baumstark, Geschichte der Syrischen Literatur, h. 1001; dan Wright, History of Syrac Literaure, h. 74 ds.t.
[4] Lihat Ibnu Abi Ushaybi'ah, 'Uyun a-Anba', II, h. 134 dst. Bandingkan dengan yang di bawah h. 61 dst.
[5] Untuk kegiatan literal Jacob, lihat Duval, Histoire 'Edesse, hh. 244-51.
[6] Georr, Les categories, h. 25 dst. Duval, La literature Syriaque, h. 257. Wrigh History of Syriac Literature, h. 138.
[7] Georr, Les categories, h. 27, dan Baumstark, Geschichte, hh. 248-56. Wright menentang bahwa karya terakhir itu karangan Jacob(History of Syriac Literature, h. 91)
[8] Wright, History of Syriac Literature, hh. 155 dst., dan Duval, La Literature syriaque, hh. 258 dst.
[9] Renan, De philosophia peripatetica apud
[10] Ibn al-Ibri, Mukhtashar Tarikh al-umam, h. 130; dan Hitti, History of the Arabs, h. 309, 365, 373.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar