Selasa, 13 November 2007

NII, Riwayatmu Kini

NII, RIWAYATMU KINI

Reporter: tim Adil
Adil - Jakarta, Waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB. Suasana sunyi menyelimuti daerah Kelapa Dua, Depok. Tiga lelaki tampak menghampiri sebuah rumah bercat putih di kawasan tersebut. Seseorang mengetuk pintu, dua lainnya menunggu di depan rumah.
Tak lama berselang, seorang lelaki keluar dari dalam rumah. Sang tuan rumah terlihat bercakap dengan tamunya. Sejurus kemudian, keduanya bergegas beranjak meninggalkan rumah. Dua rekan lainnya, turut membuntuti dari belakang.
Tak banyak yang tahu ke mana mereka pergi. Pun kedua orang tua Abdullah, begitu remaja tadi dipanggil. Pastinya, mereka berempat berangkat menuju suatu tempat diadakannya pengajian ekslusif. Mereka menyebut dirinya sebagai gerakan Negara Islam Indonesia (NII). "Sejak setahun lalu saya menjadi anggota NII, " ujar Abdullah kepada ADIL.
NII bangkit kembali? Boleh jadi benar. Salah satu pentolan gerakan Darul Islam --merupakan penggagas konsep NII-- Al Chaidar menandaskan gerakan NII tidak pernah mati. Selama obsesi mewujudkan Negara Islam Indonesia belum terwujud, kelompok-kelompok NII akan selalu ada. "Tujuan kita mendirikan negara Islam," tandas Al Chaidar kepada ADIL.
Memang, tak banyak yang mengetahui keberadaan kelompok-kelompok NII saat ini. Pasalnya, keberadaan kelompok tersebut sukar dideteksi. Tempat berkumpul kelompok ini pun selalu berpindah-pindah. Gerak-geriknya pun cukup ekslusif. Tidak sembarang orang bisa masuk. Bahkan, seseorang harus dibaiat terlebih dahulu sebelum menjadi anggota. Ia juga dilarang bercerita kepada siapa pun, kecuali sesama anggota kelompok "N sebelas" begitu sebutan lain untuk NII.
Tak hanya itu. Kelompok ini pun telah mempunyai struktur organisasi yang solid. Ibarat sebuah negara, kelompok ini telah memiliki struktur pemerintahan dari atas sampai bawah. Mulai dari presiden, menteri, gubernur, bupati hingga RT dan RW. Begitu pula dengan angkatan perangnya. Mereka cukup kuat dan dibekali dengan persenjataan modern.
Hanya saja, dalam hubungannya seorang anggota tidak bisa mengenal presidennya secara langsung. Sistem komando diterapkan dalam kelompok ini. Seorang anggota biasa paling banter hanya bisa berhubungan dengan seorang yang menjabat sebagai Ketua RT. Ketua RT hanya bisa berhubungan dengan Ketua RW, yang merupakan satu tingkat di atasnya. Begitu seterusnya. "Saya saja tidak bisa bertemu langsung dengan Ketua RW," ungkap Abdullah yang keanggotaannya hanya merupakan "rakyat biasa".
Sejumlah iming-iming dijanjikan kepada pengikut kelompok NII. Dengan syarat menegakkan syariat Islam dengan benar, para anggota NII dijanjikan akan diterima masuk surga. Selain itu, secara duniawi segala kebutuhan mereka akan dipenuhi. Sekalipun untuk itu para anggota NII diwajibkan menyedekahkan hartanya. Besarnya antaranggota berbeda-beda. Tergantung posisi dan jabatan. Semakin tinggi posisi dan jabatan, semakin banyak pula uang yang harus dikeluarkan.
NII merupakan isu serius yang tak pernah pupus. Keberadaan NII pertama kali diproklamirkan oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo pada 7 Agustus 1949. Daerah Tasikmalaya, Jawa Barat menjadi basis pertama NII. Gerakan serupa kemudian meluas di Sulawesi Selatan dengan di pimpin Kahar Muzakar pada 20 Januari 1952. Kemudian disusul pembentukan NII di Aceh oleh Abu Daud Beureuh pada 21 September 1953. Namun, pembentukan negara dalam negara ini semuanya berhasil dipatahkan.
Meski begitu, upaya mendirikan Negara Islam Indonesia terus dilakukan. Menurut Al Chaidar, hingga kini terdapat 14 faksi yang setia memperjuangkan berdirinya kembali NII. Semisal Faksi Abdullah Sungkar, Faksi Abdul Fatah Wiranagapati, Faksi Mahfud Sidik, Faksi Aceh, Faksi Sulawesi Selatan, Faksi Madura, Faksi Kahwi 7, Faksi Kahwi 9, serta beberapa faksi lainnya.
Basis NII sendiri berada di tiga tempat. Untuk wilayah Jawa, basis NII berada di Garut. Wilayah Sumatera berbasis di Aceh, dan untuk bagian Indonesia Timur berbasis di Sulawesi. Jumlah penganut ajaran NII ini telah mencapai sekitar 18 juta orang. Berbagai kalangan terlibat dalam kelompok ini. Mulai dari rakyat bisa, petani, mahasiswa, militer, hingga pejabat. Kesemuanya tersebar di seluruh Indonesia dan Asia Tenggara.
Di antara faksi atau kelompok yang ada tidak terdapat perbedaan yang mencolok. Hanya saja, Al Chaidar menuding ada satu kelompok yang menyimpang jauh dari misi dan falsafah awal gerakan NII. Kelompok ini adalah kelompok Kahwi 9 pimpinan Abu Toto. "Kelompok ini memperbolehkan anggota tidak salat, serta melakukan hal yang dilarang agama," katanya.
Tudingan Al Chaidar tentu bukan tanpa alasan. Beberapa bulan lalu, kelompok NII Kahwi 9 ini sempat membikin geger kota Bandung dan sekitarnya. Sejumlah kampus di Bandung, seperti ITB berhasil di susupi kelompok ini. Mahasiswa menjadi ladang garapan yang mudah, karena di sinilah proses pencarian jati diri berlangsung.
Sayangnya, terjadi penyimpangan dalam ajaran yang diberikan. Mereka diperbolehkan melawan orang tua, mencuri, atau pun meninggalkan salat. Tak hanya itu, para anggotanya pun diwajibkan membayar iuran bulanan dalam jumlah ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Akibatnya, tak jarang para anggota yang kebanyakan mahasiswa, harus berhutang ke sana ke mari atau bahkan mencuri. "Ini jelas menyimpang dari NII asli," timpal K.H. Miftah Faridl, Ketua MUI Kotamadya Bandung kepada ADIL.
Memang, tampaknya berkembangnya ajaran NII sukar untuk dibendung. Terlebih lagi begitu banyak kelompok sempalan yang timbul. Akankah gerakan ini menjadi ancaman bagi pemerintahan Gus Dur? Sukar memberikan jawaban pasti. Namun, Al Chaidar mengaku kelompoknya tidak akan menggulingkan pemerintahan yang sah. Sekalipun pemerintahan saat ini dinilainya masih merupakan pemerintahan yang zalim. (jar)
Pantang Bertindak Radikal
Sosoknya tidak menunjukkan kalau dia merupakan salah satu pelanjut dari perjuangan DI/TII yang didirikan oleh Kartosuwiryo. Bapaknya adalah anak buah sekaligus kawan dekat dengan Kartosuwiryo. Ia sendiri merupakan generasi kedua sebagai penerus perjuangan DI/TII. Di rumahnya yang terletak di kawasan Bandung Barat, Budiman, sebut saja nama begitu, dikenal sebagai ustad di lingkungannya.
Sejak tahun 1962, Budiman harus turun gunung. Perintah yang didapatnya sebagai anggota DI/TII adalah kembali ke pos masing-masing. Artinya, setiap anggota harus kembali berintegrasi ke dalam masyarakat.
Bapak dari sembilan anak dan dua cucu ini mengaku sukar menyembunyikan identitasnya sebagai anggota NII. Meski begitu, kehidupan sehari-harinya berjalan dengan normal. Tidak terjadi pengucilan-pengucilan. Dan, memang Budiman pantang melakukan tindakan radikal. Semisal, mengajak anak muda untuk melakukan segala cara yang tidak terpuji untuk menghimpun dana, mengkafirkan orang, atau pun memusuhi orang yang berbeda pemikirannya dengan mereka dalam membela Islam. "Karena memang begitu doktrin atau perintah dari ajaran DI/TII," tegasnya pada ADIL.
Karenanya, Budiman mempertanyakan keabsahan kelompok-kelompok yang mengaku NII tetapi menggunakan cara-cara radikal. "Jadi, kalau sekarang ini ada beberapa komponen yang mengaku NII dan radikal, terus terang saja, itu perlu ditanyakan. Karena setahu saya, kami memiliki kebijakan dengan jalan berintegrasi pada masyarakat," tambahnya.
Dengan garis kebijakan seperti itu, selama ini aktivitas yang mereka lakukan dengan cara pembinaan pada masyarakat. Bentuk pembinaannya terbagi dalam dua garis besar. Pembinaan ke diri pribadi Muslim itu sendiri dan pembinaan rumah tangga agar menghasilkan keluarga yang sakinah. Namun di beberapa faksi yang lain, Budiman tak menampik bila ada yang masih memakai format perjuangan atau format tempur.
Sekalipun tugas sebenarnya pengikut DI/TII adalah berintegrasi dengan masyarakat, namun Budiman mengaku ada beberapa anggota atau kader yang melakukan gerakan-gerakan. Semisal membentuk organisasi, atau pun menyelenggarakan kongres. Di usianya yang menjelang senja, Budiman tetap akan meneruskan perintah dari ajaran DI/TII. "Mewujudkan masyarakat yang menjalankan syariat Islam dengan benar adalah suatu kewajiban," ujarnya.
Hal senada pun diungkapkan seorang kader NII di Bandung Timur. Kepada ADIL, Hariyanto --sebut saja namanya begitu-- mengaku kelompoknya mengharamkan cara-cara radikal. Dalam menyebarkan ajarannya, kelompoknya menggunakan format pendekatan kekeluargaan.
Karyawan BUMN di Bandung ini, mengaku tertarik mengikuti ajaran NII ketika ia mengikuti sebuah pesantren kilat. Kala itu, ia masih duduk dibangku SMU. Ajaran NII yang menyiratkan penegakan syariat Islam bisa dilakukan tanpa cara radikal, menggugah keingintahuannya. Sejak itulah, ia bergabung dengan kelompok NII. Kini, Haryanto memiliki tugas tersendiri. Ia bertugas melakukan pembinaan penyadaran pada generasi muda mengenai hakikat dan filosofi perlunya seorang Muslim menerima hukum Islam.
Haryanto menyadari belakangan ini banyak pihak yang ingin memancing agar kelompoknya berubah menjadi radikal. Namun, ia mengaku kelompoknya sama sekali tidak terpengaruh. Mereka tetap pada komitmen semula untuk berintegrasi pada masyarakat, berdakwah dengan cara kekeluargaan, serta menyampaikan hakikat demi tegaknya syariat Islam. "Sampai kapan pun, tujuan kami tetap namun mungkin strategi kami yang berbeda," ungkapnya mengakhiri.
Mengobok-obok Islam dengan Jubah NII
Reporter: anzep/widhie
Senin, 28/02/2000
Adil - Jakarta, Seorang pria dan dua wanita muda duduk bersila di pelataran Masjid Islamic Centre, Jl. Diponegoro, Bandung. Mereka terlihat sedang berdialog. Yang pria sambil memegang sebuah kitab tampak bersemangat berbicara, meski dengan nada setengah berbisik.
Pembicaraan terhenti jika ada orang lain menghampiri. Kitab yang dipegang segera ditutupnya. Gerak-gerik seperti itu sering terlihat setiap Jumat dan Minggu sore, kantor pusat dakwah terbesar di Jawa Barat itu. Mereka terkesan tertutup dan kurang bersahabat terhadap orang lain.
Adakalanya mereka muncul hanya sepasang muda-mudi. Tapi, sekalipun cuma ngobrol, keberadaan mereka di lingkungan masjid yang menjadi Pusat Dakwah Islam (Pusda'i) Jabar itu dinilai tak sedap. Pengurus Islamic Centre sering menegur pasangan muda-mudi yang berduaan itu.
Keanehan lain, ketika datang waktu salat, mereka diam saja. Jika diingatkan kadang alasannya lucu, semuanya mengaku sedang 'berhalangan'. praktek mereka sudah berlangsung lama. Pusda'i belakangan sadar, bahwa muda-mudi aneh itu adalah anggota gerakan Negara Islam Indonesia (NII).
Kehadiran kembali NII itu tak hanya mengagetkan pengurus Pusda'i. Sejak beberapa bulan terakhir ini masyarakat Bandung memang geger soal NII. Banyak orang tua resah karena anaknya terlibat. "Banyak mahasiswa, seperti di ITB dan Unpad, yang terjerat," kata K.H. Miftah Faridl, Direktur Pusat Dakwah Islam (Pusda'i) Jabar, yang juga Ketua Umum MUI Kodya Bandung, dan dosen ITB.
Galamedia, salah satu koran di Bandung, dalam tiga minggu terakhir, gencar mengungkap 'kebangkitan' NII ini. Harian milik grup Pikiran Rakyat itu, mengungkapkan adanya 200 mahasiswa ITB yang terancam drop out (DO). Mereka mengalami kemerosotan prestasi akademis, dan malah diam-diam meninggalkan bangku kuliah, sambil menunggak SPP.
Sebagian dari mereka, disinyalir terlibat kegiatan NII. Hasil penelusuran ADIL, menunjukkan NII memang lagi in di kampus-kampus. Rizal misalnya, sudah dua tahun tidak terlihat batang hidungnya sebagai mahasiswa Politeknik ITB. Anak seorang guru SMU swasta terkemuka di Kota Bandung itu, bukan saja lenyap dari kampus, tapi juga dari tengah-tengah keluarganya. Sesekali ia memberi kabar dirinya berada di Jakarta, ikut jemaah NII.
Bisa jadi kabar dari Rizal itu benar. "Di Jakarta ini, gerakan yang mengatasnamakan NII itu, memang sudah lama beroperasi dan menyusup ke kampus-kampus perguruan tinggi negeri dan swasta," ungkap Iwan Ridwan, alumnus IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Menurut Andi Arifin, di sekitar kampus IAIN, di kawasan Ciputat bertebaran 'posko' NII gaya baru itu.
YANG HARAM DIHALALKAN Kebangkitan NII ini menghebohkan masyarakat sekitar Bandung. Bukan hanya soal nama 'NII' yang membuat warga kota kembang itu resah. Tapi, juga keganjilan perilaku pengikut neo NII itu.
"Mereka menghalalkan nyontek. Alasannya, ini kan ilmu dunia. Akhirnya banyak dosen menyamakan tabiat aktivis Islam lainnya dengan tabiat pengikut NII," kata Anif, aktivis Islam dari ITB.
Yang juga aneh, perilaku pengikut NII gadungan itu jauh dari ajaran asli gerakan NII yang bersumber pada Al-Quran dan Hadis. Dakwah mereka boleh dibilang bertolak belakang dengan ajaran Al-Quran dan Hadis. Contohnya, mereka membolehkan para pengikutnya untuk melawan orang tua, meninggalkan keluarga, mencuri, mabuk, dan berzina. Soal dosa, bisa diurus tobatnya oleh sang imam.
Menurut Asep Rodi (39), mantan pengikut neo NII, ajaran itu didasarkan pada sirah (sejarah) Nabi Muhammad SAW. Dulu, ketika periode Mekkah, Nabi memang belum mewajibkan salat, zakat dan berbagai ibadah lainnya. Ini karena saat itu belum turun wahyu salat. Wahyu tentang ibadah itu baru turun semasa Nabi di Madinah (periode Madinah).
"Ini yang dipahami secara sempit oleh pengikut neo NII sekarang," jelas Asep. "Makanya amalan NII pun jadi rancu. Mencuri dianggap ibadah fa'i (mengambil rampasan perang), dan salat tidak perlu dilakukan karena menyamakan diri dengan periode Mekkah, di mana belum ada wahyu kewajiban salat," papar mantan pengikut NII (1987-1997) itu.
Dan seperti halnya kelompok Islam puritan lainnya, kelompok NII merasa sebagai penganut Islam yang paling benar. Maka tidak segan-segan mengkafirkan orang yang bukan kelompoknya. Ajaran menghalalkan segala cara, itu untuk --yang mereka bilang-- mewujudkan sebuah cita-cita besar: mendirikan negara Islam!
Menurut Asep, NII yang sekarang banyak berkembang di kampus-kampus itu sebenarnya merupakan salah satu pecahan dari faksi NII yang dulu pernah ada semasa dipimpin Kartosuwiryo. Kelompok NII ini menyebut dirinya sebagai NII Komandemen Wilayah 9 (KW 9).
NII KW 9 ini merekrut pengikut dari kalangan Islam abangan atau yang sedang berupaya mendalami ajaran Islam. Setelah dicuci otak dengan sebuah doktrin yang membangkitkan semangat radikal, mereka di bawa ke sebuah tempat rahasia dengan sebuah kendaraan sambil matanya ditutup kain. Penutup mata baru dibuka di sebuah ruangan, tempat baiat dilangsungkan.
Sumpah setia itu dilakukan oleh tiga atau empat orang pria berdasi. Lagak mereka seperti eksekutif. Proses baiat ini tidak gratis. Mereka dipungut 'infak' dalam jumlah tak terbatas. Pasarannya Rp 350.000 per orang. Jika ada yang cuma mampu Rp 50.000, pasti diledek. "Masak untuk perjuangan Islam setorannya kecil?" kata si 'imam' berpenampilan necis itu.
Sehabis mengikuti baiat selama sekitar tiga jam, mata mereka kembali ditutup kain, dan dikembalikan ke tempat asal. Setelah itu, kewajiban mereka membayar iuran bulanan, malah ada yang harian, dalam jumlah ratusan ribu sampai jutaan rupiah. Alasannya untuk dana perjuangan. Ada juga yang sampai menyumbang mobil.
MIRIP praktek MLM Untuk membesarkan jumlah pengikutnya, NII ini juga mewajibkan setiap anggotanya melebarkan sayap. Dalam sebulan ada yang ditugasi merekrut anggota baru sampai 10 orang. Keberhasilan rekrutmen itu akan menjadi tiket untuk naik pangkat. Misalnya, dari kelas RT menjadi RW, lurah, camat, dan penguasa daerah (setingkat bupati/walikota).
Kehadiran anggota baru jelas akan menambah income organisasi. Bagi anggota yang punya andil besar menggemukkan anggota sehingga dapat meraih jabatan camat, diberi gaji sekitar Rp 300.000 per bulan. Cara kerjanya ini mirip jaringan multi level marketing (MLM). Ada downline (anak buah) ada upline (atasan).
Cuma, berbeda dengan MLM semakin tinggi posisi di dalam jaringan bukannya semakin untung. Bahkan malah bisa lebih 'sial'. "Seorang camat, misalnya kendati mendapat gaji lebih, kewajiban iuran seorang camat jauh lebih besar lagi. Akibatnya, besar pasak daripada tiang," ungkap Asep.
REKAYASA LAMA Kehadiran neo NII itu dinilai banyak kalangan amat mencurigakan. Soalnya NII baru ini benar-benar menyimpang dari 'pakem' NII yang pernah ada yakni NII Kartosuwiryo.
Penyimpangan itu selain terlihat pada ajaran para pengikutnya juga tampak dari soal nama NII KW 9. Menurut seorang pengikut NII asli, NII tak pernah mengenal KW 9. Ketika Kartosuwiryo diberangus, terakhir KW yang tarbentuk adalah KW 6. Karena itulah mantan pengikut NII asli mengutuk ajaran sesat berkedok NII itu.
"Masya Allah, itu provokasi dan dusta. Itu NII palsu, hasil rekayasa," ujar Abdul Fatah Wirananggapati (76), (bekas) Kuasa Usaha Komandemen Tertinggi Angkatan Perang NII (KUKT/NII) pimpinan almarhum S.M. Kartosuwiryo. Siapa yang merekayasa? "Wallau a'lam," jawab Abu, nama panggilannya.
"NII murni tidak seperti itu," tambah Andi Arifin (46), anak buah Abu yang terlibat di NII sejak 1974. Ia beranggapan, terutama sejak Orde Baru, telah terjadi manipulasi gerakan NII oleh tangan-tangan kotor penguasa. Kantung-kantung transmigrasi, konon, ikut menjadi sasaran 'proyek' intelijen itu.
Di tangan mereka, masih tutur Andi, NII jadi gerakan menyeramkan dan melakukan permainan kotor. Padahal, 'NII murni' gerakannya tidak menyimpang dari ajaran Islam. Tapi NII ini memang divonis 'berdosa' pada negara dengan tuduhan memberontak pemerintah RI. Padahal yang dilakukannya 'cuma' melawan kaum penjajah.
"Orde Baru telah menyebarkan sekitar 6.000 anggota ABRI ke banyak daerah untuk menyamar sebagai imam NII. Lalu mereka melakukan pengkaderan, tapi mereka sendiri yang mengumpankan pengikutnya kepada aparat," kata Andi Arifin, bekas Penghubung Luar Negeri Angkatan Perang NII. Ia juga curiga, Warsidi --pimpinan kelompok Islam sempalan yang diberangus di Lampung-- perlu diteliti siapa dia sebenarnya. "Jangan-jangan dia juga anggota ABRI," jelasnya.
Kejadian kasus Lampung, menurut Andi, juga terjadi di daerah Gununghalu, pinggiran kota Bandung, Jawa Barat. Di daerah itu disinyalir terdapat praktek rekayasa pengkaderan NII. Sesekali mereka digerebek, tapi kelestariannya dijaga, untuk 'diproyekkan' pada waktu-waktu tertentu. "Analoginya, ada kambing mengembik di depan harimau lapar, lantas diterkamnya. Ada juga kambing mengembik, tapi dibiarkan oleh sang harimau," kata Andi Arifin pula.
Pengalaman Asep menguatkan sinyalemen Andi. Selama 10 tahun menjadi pengikut 'NII sesat', sering terdengar ada penangkapan terhadap jemaah dan imam NII. Tapi tidak lama kemudian mereka, terutama imamnya, dikeluarkan lagi, konon dengan bantuan orang dalam ABRI. "Mereka mengesankan seperti punya link khusus ke sana," katanya. Karena ada rekayasa semacam ini, wajah NII murni menjadi buruk di mata umat.
KONTROVERSI BERITA Gencarnya pemberitaan NII di Bandung beberapa pekan terakhir sebenarnya sempat melahirkan kontroversi. Masalahnya, kabar itu terus menerus dilansir oleh koran Galamedia, salah satu perusahaan yang bernaung di bawah grup Pikiran Rakyat (PR).
Pada mulanya, Galamedia rajin memberitakan fenomena NII ini. Walaupun tak ada koran lain yang mengikuti isu itu, saban hari mereka menulisnya di halaman depan. 'Rajinnya' Galamedia itu mendatangkan curiga, mengapa kok hanya Galamedia yang memberitakan kasus itu?
Koran-koran lain di Bandung justru menulis indikasi adanya 'udang' di balik penulisan NII besar-besaran itu.
Serta-merta Galamedia pun diisukan telah diperalat pihak Kodam III/Siliwangi. Maksudnya, Kodam sengaja memasok bahan-bahan tentang NII untuk mengalihkan perhatian masyarakat pada isu tertentu yang sedang bergolak di negeri ini. Tujuan mereka ingin menciptakan ketakutan pada Islam.
Masih menurut kabar angin itu, niat busuk ini, konon tak seperti yang diharapkan. Pemberitaan itu justru menimbulkan kecurigaan adanya rekayasa dalam kebangkitan neo NII.
Tapi, betulkah Kodam telah 'bermain api' seperti itu? Pimpinan militer tertinggi di Jawa Barat menolak tudingan itu. "Anda jangan menuduh Kodam seperti itu!" ucap Mayjen TNI Slamet Supriadi, Pangdam III/Siliwangi, lantang dan penuh emosi kepada ADIL.
Dadan Hendaya, Koordinator Liputan Galamedia, juga menepis 'cibiran' PR dan tudingan telah diperalat Kodam. "Kami tidak membuat berita bohong, dan tidak bermain mata dengan Kodam. Sampai saat ini tidak ada yang komplain, malah banyak telepon dari para korban dan orang tuanya, mendukung pemberitaan itu," ujarnya.
Yang jelas, neo NII ini tidak bisa dianggap nihil. "Faktanya ada. Mereka menjual 'gerakan khayalan', yang motifnya bisa ekonomi atau politis. Mereka tidak memiliki komitmen keislaman, malah ingin merusak citra Islam," kata K.H. Hilman Rosyad Syihab, Lc., pimpinan Majelis Ta'lim Ummul Quro (Bandung), yang sering berhubungan dengan mantan pengikut NII gadungan. Banyak cara, memang, untuk mengobok-obok Islam.

Tidak ada komentar: