Rabu, 26 Desember 2007

LUQATHAH

اللُّقَطَةُ
(BARANG TEMUAN)

Konsep Dasar:

Di dalam interaksi sehari-hari, seringkali kita temukan barang yang bukan milik kita sendiri, dan dalam beberapa hal kita sendiri (yang menemukan) tidak mengetahui siapa pemilik barang tersebut, sehingga kita pun harus memeliharanya sampai pemilik barangnya menemukan atau mengambil kembali barangnya. Dalam hal ini, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk bersikap jujur dan amanah, dengan berusaha untuk merawat barang temuan itu sebaik-baiknya dan tidak memanfaatkannya dengan cara pemanfaatan yang bisa mengurangi nilai barang itu, apalagi mengambil alih kepemilikannya. Dan pada saatnya ketika ditemukan pemiliknya, kita – penemu barang itu – pun harus mengembalikannya dengan suka rela, tanpa memberatkan si pemiliknya, dan bahkan disunnahkan untuk mengembalikan dalam kondisi yang terbaik, dan dengan cara yang terbaik. Itulah sikap “ihsân”. Sebaliknya, Islam juga mengajarkan kepada pemiliknya untuk bersikap “ihsân”, memahami jerih-payah si penemu barang, dengan cara memberikan (sekadar) ucapan terima kasih dalam bentuk pemberian yang sepadan dengan jerih-payah si penemu barangnya.

Teks Hadis:

عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ قَالَ: «جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ -صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ-. فَسَأَلَهُ عَنَ اللُّقَطَةِ، فَقَالَ: اعْرِفْ عِفَاصَهَا وَوِكَاءَهَا ثُمَّ عَرِّفْهَا سَنَةً، فَإِنْ جَاءَ صَاحِبُهَا وَإِلا فَشَأْنُكَ بِهَا. قَالَ: فَضَالَّةُ الْغَنَمَ؟ قَالَ: هِيَ لَكَ أَوْ لأَخِيك أَوْ لِلذِّئْبِ. قَالَ: فَضَالَّةُ الإِبِل؟ قَالَ: مَالَكَ وَلَهَا؟ مَعَهَا سِقَاؤُهَا وَحِذَاؤُهَا، تَرِدُ الْمَاءَ، وَتَأْكُلُ الشَّجَرَ، حَتَّى يَلْقَاهَا رَبُّهَا». مُتَّفَقٌُ عَلَيْهِ.
Terjemah:

Dari Zaid bin Khalid al-Juhani r.a., beliau berkata: seorang laki-laki mendatangi Nabi s.a.w.. lalu dia bertanya kepada beliau tentang barang temuan. Lalu beliau pun bersabda: perhatikanlah bungkus dan talinya, kemudian umumkan barang tersebut selama setahun, dengan harapan akan datang pemiliknya. Dan jika tidak (datang pemiliknya), maka barang tersebut (menjadi) milikmu. Dia (laki-laki tersebut) bertanya: Bagaimana kalau barang tersebut berupa kambing? Beliau menjawab: Barang tersebut untukmu atau saudaramu atau (untuk) serigala. Dia pun bertanya lagi: Bagaimana kalau barang tersebut berupa unta? Jawab beliau: : Tidak ada hak untukmu, karena unta tersebut memiliki perut, kaki, dia (unta tersebut) bisa mendatangi air untuk diminum dan memakan daun-daunan dari pohon, sampai tuannya (pemiliknya) menjumpainya. (Muttafaq ‘Alaih)

Pengertian Lafal:
عِفَاصٌ : Bungkus barang temuan
وِكَاءٌ : Tali pengikat barang temuan
ضَالَّةٌ : Sesuatu yang tersesat atau hilang
سِقَاءٌ : Bagian tubuh unta yang banyak menyimpan air dan makanan
حِذَاءٌ : Telapak kaki unta (yang keras dan kokoh), sehingga berfungsi sebagai sepatu
رَبُّهَا : Pemilik unta yang tersesat atau hilang

Maksud Hadis:

Barang yang tercecer di jalan ada beberapa macam. Bila barang tersebut berupa benda mati, maka si penemu boleh memungut, menyimpan dan merawatnya selama satu tahun (sebagai ukuran waktu relatif), dengan kewajiban untuk mengumumkannya secara terbuka selama setahun pula. Dan bila tidak ada yang mengaku (memilikinya), maka barang tersebut (bisa dianggap) menjadi miliknya. Tetapi, bila barang tersebut berupa ternak (kambing, atau yang sepadan dengannya), maka si penemu dianjurkan memungut dan merawatnya, agar tidak hilang atau tersesat (dan dalam situasi dan kondisi tertentu bisa dimangsa biatang buas). Sedang dalam kasus “unta”, menurut tradisi Arab, seseorang penemu binatang (unta) itu tidak diizinkan untuk memungut, menyimpan dan memeliharanya, karena – lazimnya – unta-unta (Arab) itu bisa menyelamatkan dirinya dan pada saatnya bisa kembali bertemu dan/atau ditemukan kembali (oleh) pemiliknya.

Penjelasan dan Istinbath Hukum:

Pada suatu saat ada seseorang laki-laki menghadap Nabi s.a.w. dan bertanya (identitas laki-laki yang menghadap Nabi s.a.w. tersebut tidak disebut oleh Zaid bin Khalid al-Juhani, si periwayat hadis tersebut). Dia bertanya kepada Nabi s.a.w. tentang barang temuan, yaitu: mengenai hukumnya menurut syari’at Islam. Lalu Nabi s.a.w. pun menjawab: “kenalilah bungkus dan tali ikatannya, yaitu sesuatu yang menjadi pengikatnya, kemudian umumkan kepada orang banyak selama setahun, dengan harapan pemiliknya akan datang (menghampirinya). Jika pemiliknya tidak datang untuk menanyakannya, maka barang tersebut dapat dimanfaatkan, sampai pada saatnya si pemlik barang tersebut datang untuk mengambil kembali haknya terhadap barang tersebut. Jika pada suatu saat pemiliknya datang untuk mengambil kembali harta atau barang yang dimilikinya, maka si penemu barang tersebut berkewajiban untuk mengembalikannya.

Dalam hadis tersebut dicontohkan dua barang temuan, berupa binatang ternak. Yang pertama: kambing, dan yang kedua: unta. Untuk kambing, menurut penjelasan Nabi s.a.w., ketentuannya adalah: (1) Bila pemiliknya menghampiri dalam masa setahun ketika barang temuan tersebut diumumkan, maka si penemu barang wajib mengembalikan, tanpa ada hak untuk memanfatkan hasil temuan (kambing) tersebut; (2) Bila dalam waktu satu tahun ternyata si pemilik barang (kambing) tersebut tidak menghampirinya, maka si penemu bisa memanfaatkannya, seolah-oleh dia benar-benar menjadi pemilik sejati barang (kambing) temuan tersebut; (3) Bila di kemudian hari si pemilik menghampirinya, setelah setahun dan kambing tersebut telah dimanfaatkan oleh penemunya, maka orang tersebut (si pemilik) dapat mengambil kembali haknya dengan memperhitungkan nilai kepemilikannya bersama-sama dengan penemunya, sehingga masing-masing pihak tidak dirugikan dan bahkan saling (diharapkan) dapat saling memberi keuntungan. Untuk (kasus) unta, menurut penjelasan Nabi s.a.w., ketentuannya adalah: “membiarkannya, sampai si pemiliknya dapat menemukan kembali unta tersebut,” karena kemampuan unta untuk memelihara dan menjaga dirinya, tanpa memerlukan perawatan khusus (dari) penemunya.

Kesimpulan (Kandungan Hukum):

1. Siapa pun orangnya yang menemukan barang hilang atau tercecer, apa pun bentuknya, berkewajiban untuk mengembalikan kepada pemiliknya. Cara pengembaliannya bisa bermacam-macam. Bila si penemu dapat – secara langsung -- berhubungan dengan si pemilik, maka dia pun harus mengembalikannya secara langsung. Tetapi, bila pemiliknya tidak diketahui, maka si penemu wajib mengumumkannya secara terbuka dalam waktu tertentu, sehingga memungkinkan bagi pemiliknya untuk menghampirinya dan mengambil kembali haknya.
2. Dalam masa tunggu pengembalian atas kepemilikan barang temuan tersebut kepada si pemilik, si penemu disunnahkan untuk merawatnya, bila barang temuan tersebut – memang – memerlukan perawatan khusus dari penemunya, sampai barang temuan tersebut kembali (kepada) pemiliknya atau ditemukan kembali (oleh) pemiliknya.
3. Si penemu disunnahkan untuk mengidentifikasi barang temuannya, sehingga barang tersebut dapat dikenali dengan tepat, baik kuantitas maupun kualitasnya. Sehingga pada saat perawatan dan pemanfaatan sampai pada pengembalian barang temuan tersebut tidak dimungkinkan terjadinya syubhat atas barang tersebut.
4. Jika barang temuan yang memerlukan perawatan dan dapat dimanfaatkan tersebut tidak diambil kembali oleh pemiliknya, maka si penemu barang tersebut berhak memanfatkannya selama-lamanya, seolah-olah dia benar-benar menjadi pemiliknya.
5. Ketika – pada saat tertentu, setelah habisnya masa tunggu pengumuman barang temuan tersebut – pemiliknya menghampiri barang miliknya kepada si penemu barang temuan tersebut, maka si penemu barang temuan tersebut wajib mengembalikannya kepada si pemilik barang, dengan kalkulasi pengembalian yang harus dilalui dengan penghitungan ulang nilai barang tersebut, setelah dimanfaatkan dan dirawat oleh penemunya dengan pertimbangan “mashlahat”, sehingga masing-masing pihak tidak (merasa) dirugikan dengan proses pengembalian tersebut, bahkan diupakan untuk dapat saling memberi keuntungan.
6. Untuk kasus barang temuan yang tidak memerlukan perawatan oleh si penemu barang temuan, dan diprediksi akan dapat kembali – dengan sendirinya – kepada si pemilik barang pada saat tertentu tanpa dikhawatirkan akan terjadi “kemadharatan” pada barang temuan tersebut selama tenggang waktu hilangnya barang temuan tersebut sampai kembalinya barang temuan tersebut kepada pemiliknya, seperti pada kasus unta (sebagaimana tersebut dalam hadis di atas), barang tersebut tidak boleh dipungut untuk dimanfaatkan atau dimiliki sampai barang tersebut kembali ditemukan atau kembali kepada pemiliknya.

2 komentar:

nDembix.com mengatakan...

klo aku nemu HP tyus harus aku apain dunkz????

Dheny Wu mengatakan...

hr ini gw nemu BB, pertama gwe matiin tuh BB dan sangat ingin memilikinya...perang pikiran, selang 5 menit hidupin tuh BB sapa tau orangnya menghubungi ..alhamdulillah udah saya kembalikan dgn ikhlas.