Rabu, 01 Agustus 2007

Allah pun Selalu Bersama Kita

ALLAH PUN SELALU BERSAMA KITA

Oleh: Muhsin Hariyanto

Kebersaman kita dengan Allah seringkali terusik oleh sikap kita sendiri yang seringkali lupa untuk mengingat Allah. Padahal Allah selalu mengawasi kita dan bersama kita. Allah adalah Dzat Yang Maha Dekat dan selalu hadir di dekat kita. Dialah Sang Omnipresent.

Simaklah ketika Allah berfirman:

''Tidak ada satu jiwa pun (diri) melainkan ada penjaganya.'' (QS ath-Thâriq, 86: 4).
Kata nafs dalam teks ayat tersebut dalam bahasa Indonesia bisa diterjemahkan sebagai 'hati', 'ruh', 'jiwa', atau 'totalitas manusia'. M. Quraish Shihab lebih condong menerjemahkan kata itu sebagai 'totalitas seseorang' atau “kepribadian seseorang yang membedakannya dari orang lain”. Itu sebabnya kata nafs diartikan: 'setiap pribadi'.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan dengan tegas bahwa setiap manusia tak pernah lepas dari penjagaan-Nya. Semua perilaku manusia dicatat sangat akurat dan tak mungkin keliru. Bahkan, Dia nyatakakan bahwa segala yang dibisikkan dalam hati atau dikhayalkan oleh stiap manusia pun -- baik mengenai kebaikan maupun keburukan -- tak akan luput dari penjagaan-Nya.

''Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya … '' (QS Qâf, 50:16).

Dalam konteks hablun minallâh (hubungan vertikal), hubungan Sang Penjaga dan yang dijaga ini palin tidak memiliki beberapa 3 (tiga) makna unik.

Pertama, sebagai Pencipta, Allah Subhanahu wa Ta’ala menunjukkan cinta-Nya yang penuh tanggung jawab terhadap ciptaan-Nya. Penjagaan Allah SWT memberi ketenteraman hidup bagi manusia yang beriman. Dia tak pernah khawatir dan bebas dari rasa takut. Janji Allah SWT,

''Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati'' (QS al-An'âm, 6:48).

Kedua, Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan peran-Nya sebagai Penguasa Mutlak atas manusia. Manusia hanya menyembah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sesuai dengan kehendak-Nya. Di sinilah sebenarnya kata “Islam” menemukan maknanya: “berserah diri sepenuhnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala”.

''Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya ...'' (QS Maryam, 19: 65).

Ketiga, penjagaan Allah Subhanahu wa Ta’ala bermakna: “bencana bagi manusia yang tidak beriman”. Mereka menjadi seperti seorang pencuri yang di mana pun selalu merasa diawasi gerak-geriknya, dirundung gelisah, dan diliputi rasa takut. Segala kejahatan, bahkan sekecil apa pun yang mereka lakukan, tak akan luput dari pengawasan-Nya.

''Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.'' (QS al-Zalzalah, 99: 8).
Akhirnya dapat dipahami: Siapa pun, di mana pun, kapan pun dan apa pun statusnya, dia hanyalah seorang hamba yang harus tunduk dan patuh sepenuhnya kepada kehendak-Nya.

Tidak ada pilihan bagi setiap manusia kecuali harus berikrar” “sami’nâ wa atha’nâ” (kami dengar, dan kami pun patuh). Setiap manusia yang ingkar terhadap (penjagaan) Allah Subhanahu wa Ta’ala, dia akan mengalami dua kali kerugian: di dunia hidupnya gelisah, dan di akhirat pun tak mampu membela diri. Demikian sebaliknya, setiap manusia yang patuh terhadap-Nya, dia pun akan beruntung dua kali: di dunia hidupnya tenang, dan di akhirat pun mendapatkan ketenangan dan kesenangan abadi.

Tidak ada komentar: