Rabu, 07 Mei 2008

BEBERAPA PENDEKATAN STUDI ISLAM DI INDONESIA

BEBERAPA PENDEKATAN STUDI ISLAM DI INDONESIA

Urgensi mata kuliah ini adalah untuk memperkenalkan beberapa temuan teori yang dihasilkan oleh para sarjan Barat dalam melihat Islam di Indonesia. Untuk selanjutnya kita diharapkan bisa mengapresiasi bahkan mengkritisi beberapa temuan mereka. Karena setelah mereka melakukan studi secara intensif, ternyata banyak hal yang harus dan bisa dijelaskan secara ilmiyah mengenai ke-khas-an dan corak ke-Islaman di Indonesia.
Persoalannya adalah, apakah temuan-temuan mereka pada masa itu masih relevan dengan kondisi dan untuk menggambarkan Islam Indonesia sekarang? Apa tujuan sebenarnya dibalik studi mereka dalam melihat Islam di Indonesia? Adakah dampak positif bagi Islam sendiri atau bahkan kesan negatif yang muncul, ketika Islam Indonesia dijelaskan dengan cara-cara seperti itu?
Untuk itulah, Dr. Bahtiar Effendy, MA selaku pembina mata kuliah ini sejak awal telah menyarankan bahwa kita sebagai sarjana muslim Indonesia perlu membaca pandangan-pandangan mereka secara konseptual dan rasional. Apakah aspek-aspek dan metodologi penelitian mereka bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiyah dan akademik? Apa kelebihan dan kekurangan yang ada pada temuan mereka dalam melihat Islam di Indonesia dari masing-maming perspektifnya?
Sebagai bahan kajian utama untuk melatih kepekaan mahasiswanya dalam melihat Islam di Indonesia, untuk sementara ini beliau baru menawarkan lima teori yang dikembangkan oleh hasil-hasil studi para sarjana Barat yang nota bene-nya telah disebut sebagai ahli ke-Indonesia-an (indonesianist). Kelima teori atau pendekatan dalam melihat Islam di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek agama, sosial, politik dan budaya itu di antaranya:
1.Pendekatan Dekonfessionalisasi yang dikembangkan oleh C.A.O.Van Nieuwenhuijze. Teori ini diambil dari karyanya berjudul, “The Indonesian State and Deconfessionalized Muslim Concepts” dalam Aspects of Islam in Post-Colonial Indonesia, The Hague and Bandung W van Hoeve,1958;180-243, dan Islam and National Self-Realization” dalam Cross-Cultural studies, The Hague, Monton and Co,1963;136-156.
Pandangan teori ini menyatakan secara garis besarnya, bahwa sebagaimana yang pernah terjadi di Belanda dalam rangka menyatukan perbedaan antar kelompok agama dan memelihara hubungan politik bersana dalam sebuah negara, maka seluruh identitas keyakinan, simbol-simbol kelompok yang eksklusif harus bisa ditinggalkan untuk sementara waktu dalam rangka mencapai suatu kesatuan dan kebersamaan yang lebih besar.
Kenyataan ini, ternyata bisa pula untuk memotret kasus di Indoinesia pascakolonialisme, dimana para tokoh-tokoh elit politik dari macam agama dan latar belakang sosial yang berbeda (Muslim, Kristen, Nasionalis, Sosialis, Sekularis, Modernis bahkan Ortodoks) untuk sama-sama duduk bersama terutama dalam merumuskan ideologi kebangsaan, Pancasila. Semua tokoh bisa bahkan harus bisa menekan kepentingannya masing-masing untuk bisa mengadaptasi dan mendapatkan sesuatu yang lebih besar, yakni merumuskan visi kebangsaan secara bersama.
Dalam kasus di Indonesia ini, dekonfesionalisasi adalah konsep yang digunakan untuk memperluas penerimaan umum, mencakup semua kelompok yang berkepentingan, terhadap konsep-konsep muslim atas dasar pertimbangan kemanusiaan bersama.

Tidak ada komentar: