Kamis, 15 Mei 2008

MENUJU SIKAP IHSAN

MENUJU SIKAP “IHSÂN”

''Beri tahu aku tentang ihsan,'' tanya malaikat Jibril saat menyamar menjadi seorang lelaki berpakaian putih, berambut kelam, yang tak tampak bekas-bekas perjalanan jauhnya. Rasulullah SAW menjawab, ''Engkau menyembah Allah seakan-akan Engkau melihat-Nya. Jika Engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia selalu melihatmu.'' Inilah sepenggal makna hadis Rasululah s.a.w. yang diriwayat oleh Muslim.
Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak (amal shaleh) yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah SWT. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat di mata Allah SWT.
Rasulullah SAW sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajarannya mengarah pada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia.
            •   
''Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik..'' (QS al-Baqarah [2]: 195).
Esensi Ihsan terletak pada kesadaran akan kehadiran Allah SWT yang selalu menatap dan mengawasi. Sadar bahwa Allah SWT melihat, mengawasi, dan memonitor diri dalam gerak dan diam, lahir maupun batin (murâqabah. Kata murâqabah seakar dengan kata raqîb yang berarti penjaga atau pengawal, yang merupakan salah satu nama Allah SWT (asmâ’ al-husnâ). Dan Allah SWT adalah raqîb al-ruqabâ' (Sang Maha Pengawas).
                                      
''Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy, Ddia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya . dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.'' (QS al-Hadîd [57]: 4).
Ihsan memiliki dua sisi. Pertama, ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keikhlasan dan jujur pada saat beramal. Ini adalah ihsan dalam tata-cara (metode). Kedua, ihsan adalah senantiasa memaksimalkan amalan-amalan sunah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, selama hal itu adalah sesuatu yang diridhai-Nya dan dianjurkan untuk melakukannya.
Perintah ihsan tidak hanya dalam hal ibadah tapi juga dalam hal muamalah. Ihsan kepada kedua orang tua, kerabat karib, anak yatim, fakir miskin, tetangga dekat/jauh, teman sejawat, ibnu sabil, hamba sahaya, perlakuan dan ucapan yang baik, serta kepada binatang.
                           •       • 
''Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh , dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, '' (QS an-Nisâ’ [4]: 36).
Dan yang terakhir adalah: ihsan dalam akhlak. Akhlâq Ma’a Allâh, Akhlâq Ma’a al-Rasûl, Akhlâq Ma’a al-Nâs (intrapersonal, Interpersonal, maupun Sosial), dan Akhlâq Ma’a al-Bî’ah (Akhlak terhadap Lingkungan). Ini semua –sesungguhnya -- merupakan buah dari ibadah dan muamalah kita, yang sering disebut sebagai “Consequential Involvement of Relegiousity” (keberagamaan dalam bentuk keterlibatan yang bersifat konsekuensial, yaitu: keadaan yang menggambarkan sejauhmana perilaku seseorang terkait dengan ajaran agamanya).
Wallâhu a'lam bish-shawâb.

Tidak ada komentar: