Kamis, 15 Mei 2008

MENJAGA KEBERSIHAN

MENJAGA KEBERSIHAN

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci . Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS al-Baqarah [2]: 222)
Islam mengajarkan kepada umatnya cara hidup bersih dan suci. Bersih dalam arti fisik, bebas dari najis. Suci dalam arti senantiasa menjaga diri tidak berhadas. Dan setiap kali mukmin hendak beribadah, maka disyaratkan baginya untuk bersih dan suci.
Dalam sebuah hadis diriwayatkan, Rasulullah S.A.W. pernah bertanya kepada sahabat Bilal bin Abi Rabah r.a. tentang rahasianya sehingga Rasulullah S.A.W. mendengar terompah sahabatnya tersebut di surga. Bilal bin Abi Rabah r.a. mengatakan bahwa dia selalu menjaga wudhunya. Setiap kali batal wudhu, sahabat Nabi ini wudhu lagi lalu shalat dua rakaat.
Dengan hukum-hukum yang rinci tentang bersuci (thaharah), apalagi itu dikaitkan dengan ibadah di mana misi hidup setiap Muslim adalah beribadah, maka keadaan umat Islam senantiasa bersih dan suci. Dengan indikasi hidup sehat luar dalam itu diharapkan umat Islam memiliki capaian yang signifikan dalam memacu keunggulan komparatifnya.
Namun sayang, dalam kehidupan masyarakat plural yang ada di negeri Muslim terbesar ini, indikasi hidup bersih dan suci ini tidak muncul. Kalau kita jalan-jalan ke mal-mal, terminal bus atau stasiun kereta api, toiletnya hampir dipastikan jorok dan bau. Padahal, ada yang menjaga dan mengutip retribusi.
Dari segi pengguna toilet, sama saja. Bahkan, tidak jarang di bandara yang paling bagus sekalipun, tidak sedikit penumpang pes.a.w.at, yang notabene orang berduit, tidak melaksanakan adab buang hajat yang menjaga kebersihan dan kesucian. Na'ûdzubillâhi min dzâlik..
Kenapa terjadi? Ada satu faktor, yakni tidak digunakan akal dalam perilaku. Seorang Muslim yang masih mengingat doa masuk WC, mestinya dia berpikir, kalau terhadap setan yang tidak terlihat saja, kita mohon perlindungan kepada Allah akan bahayanya, apalagi bahaya najis akibat buang air kecil maupun air besar yang jelas kasat mata. Bagaimana bisa tidak berlindung dari bahayanya?
Seorang Muslim yang masuk WC umum, setelah berdoa, dia mesti memastikan bahwa WC tersebut bersih dari najis, supaya tidak membahayakan dirinya. Dan sebelum keluar dari WC, dia mesti memastikan bahwa WC tersebut bersih dari najis supaya tidak membahayakan pengguna berikutnya. Mari kita mulai mewujudkan negeri ini menjadi negeri yang bersih dan suci dari diri kita sendiri. Jadikan diri kita Muslim yang selalu menjaga kebersihan dan kesucian

Tidak ada komentar: