Minggu, 03 Februari 2008

ETOS KERJA

ETOS KERJA

Etos Kerja adalah sikap mental atau cara pandang seseorang atau suatu masyarakat ataupun bangsa dalam menghadapi berbagai persoalan hidup.

David C. Mac Clelland mengartikan etos kerja dengan Need of Achierement (N. Ach) yakni virus mental yang mendorong untuk meraih hasil atau prestasi hidup yang lebih baik dari keadaan sebelumnya, atau dengan kata lain: sebuah semangat dan sikap mental yang selalu berpandangan bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik dari kehidupan kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.

Cara pandang Islam terhadap dunia: bersifat sementara tetapi menentukan kehidupan masa depan, baik di dunia maupun di akhirat. Dunia adalah tempat beramal/bekerja sebaik-baiknya, akhirat tinggal memetik hasil yang dilakukan di dunia. Target : Bahagia dunia & bahagia di akhirat.

Kata amala dalam Al-Q diulang sebanyak 359 kali di 319 ayat dalam Al-Qur’an. Dari 359 kata tsb, ada sebanyak 351 kali di antaranya yang menjadi pelaku amal adalah manusia.

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ(105)

"Dan katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasulnya serta orang-orang beriman akan melihat pekerjaan itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yang ghoib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang -telah kamu kerjakan. (QS. At-Taubah: 105)

قُلْ يَاقَوْمِ اعْمَلُوا عَلَى مَكَانَتِكُمْ إِنِّي عَامِلٌ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ(39)

Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui, (QS. Al-Zumar/39: 39)

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ(2)
QS. Al-Mulk/67: 2

Jadi Islam sangat menghargai Etos kerja, kerja bukan semata-mata untuk kerja, tidak hanya perilaku duniawi, bukan sekedar mengejar gaji, mencari untung sebanyak-banyaknya juga semata-mata menepis gengsi misalnya menghindari dari tudingan sebagai penganggur. Kesadaran kerja dalam Islam berlandaskan semangat tauhid dan tanggung jawab keTuhanan (Uluhiyah). Semua aktifitas keseharian seorang mukmin, termasuk kerja harus diniatkan dan diorentasikan sebagai ibadah kepada Allah SWT dalam rangka mencari keridhaan Allah SWT. Sebaliknya, setiap upaya ibadah kepada Allah harus direalisasi dalam bentuk tindakan bukan hanya dihati, dibibir, dengan kata lain bagi orang yang beriman, kerja adalah ibadah dan ibadah merupakan implementasi dari refleksi keimanan.
Allah SWT. berfirman;


"Dan tidaklah Allah jadikan jin dan manusia itu melainkan untuk mengabdikan kepadaku" (Q.S. Ad-Dzariyat 56).

Islam tidak sekedar memberikan rambu-rambu dalam bekerja, tapi juga senantiasa memberi motivasi agar umat Islam mencari rizki yang ditebar Allah diatas dunia ini. Tujuannya agar umat Islam tidak sekedar beribadah dalam arti ritual saja, tapi mempunyai perhatian untuk bekerja sesuai dengan perintah agama Islam.
Baik al-Qur'an maupun hadits Rasulullah, senantiasa mengingatkan agar kita tidak berpangku tangan, atau pasif dalam hidup ini.

Allah SWT berfirman:

وَابْتَغِ فِيمَا ءَاتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagian) negri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi (QS. Al-Qasas: 77).

Kerja keras adalah kunci sukses dalam hidup ini Islam sangat mencela orang yang bersifat malas dan lemah, masa bodoh. Sikap ini diperlihatkan Umar bin Khattab ketika mendapati seorang sahabat yang selalu berdoa, tidak mau bekerja. "Janganlah seorang dari kamu duduk dan malas mencari rizki, kemudian ia mengetahui, langit tidak akan menghujankan emas dan perak"
Rasulullah pun senantiasa berdoa kepada Allah agar dijauhi sifat malas, sifat lemah dan berlindung dari Allah penakut serta sangat tua dan saya berlindung kepadaMu dari siksa kubur dan dari ujian hidup dan mati. (HR. Abu Dawud).

Bekerja untuk mencari rizki, hukumnya wajib, umat Islam tidak boleh menggantungkan diri pada orang lain, sedang dia sendiri malas dan tidak mau bekerja. Namun demikian, hal ini tidak berarti umat Islam boleh menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kebutuhan hidupnya, Islam agama yang sarat dengan etika, norma-norma, sehingga umat Islam adalah umat yang beretika dan bermoral. Jika kita bekerja untuk mencari rizki yang halal dan kita keluarkan atau infak pada jalan yang halal pula maka akan menjadi sumber kebahagian hidup di dunia dan di akhirat, akan tetapi bekerja mencari rizki dengan jalan yang tidak halal dengan jalan yang haram dengan berbagai cara kita tempuh tidak memperhatikan mana yang halal dan mana yang haram dan kita belanjakan pada jalan yang haram pula misalnya dengan korupsi, manipulasi, mencuri, merampok menjegal dan segala macam cara yang kita tempuh yang penting dapat duit maka semuanya itu akan menjadi sumber kecelakaan atau sumber penderitaan di dunia dan di akhirat sumber penghasilan yang haram biasanya akan dibelanjakan pada yang haram pula, misalnya dengan berrzina, berjudi, minum, main dll di dunia, akan menjadi sumber penderitaan bagi dirinya dan keluarganya. Sebab harta yang diperoleh dari barang yang haram maka akan menjadi darah daging, akan mempengaruhi prilaku dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda:

“Ketahuilah bahwa di dalam diri manusia itu ada segumpal daging, apabila daging itu baik maka akan baik pula seluruh tubuh, dan apabila daging itu jelek maka jelek pula seluruh tubuh itu, ketahuilah daging itulah hati. (Hadis).

Usaha yang melanggar norma-norma agama, sama dengan maksiat kepada Allah. Rasulullah saw diriwayatkan oleh al Bizar dan Hakim, bersabda "Sesungguhnya ruhul kudus meniupkan kedalam jantung hatiku, bahwa sesungguhnya jiwa itu tidaklah mati hingga melengkapi rizkinya. Maka hendaklah kamu bertakwa kepada Allah, dan berlaku baiklah dalam mencari rizki. Janganlah karena keterlambatan rizki itu, menjadikan kamu menuntutnya dengan melakukan maksiat kepada Allah. Sesungguhnya tidaklah dicapai apa yang terdapat disisi Allah, melainkan taat kepada Nya "

Hadist ini menunjukkan bahwa umat Islam harus memiliki etos kerja yang baik, sesuai dengan norma-norma yang telah ditetapkan oleh Islam. Islam mengajurkan kepada kita setiap kerja, pertama tidak merugikan orang lain, kedua adanya saling meridhoi, ketiga kerja yang kita lakukan bukan haram keempat, tidak mengandung unsur penipuan, kelinia saling meningkatkan kesejahteraan, dan keenam tidak merusak lingkungan kerja dan tidak bermaksiat kepada Allah SWT. Di samping itu bekerja itu juga tidak terlepas dari tiga hal, yaitu niat, cara dan tujuan. Niatnya karena ibadah, caranya harus Islami dan tujuannya adalah ibadah. Etos kerja bermakna ganda yaitu sabagai sarana beribadah kepada Allah SWT atau cara melaksanakan perintah Allah SWT dan sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup kita di dunia. Dengan demikian kerja tidak dapat dipisahkan dari niat yang baik dan etika yang benar. Sebab di situlah inti dari etos kerja Islam, yaitu beribadah dalam bekerja dan bekerja dalam ibadah.

Dalam hubungan itu, maka etos kerja dalam Islam merupakan manifestasi kepercayaan seorang muslim bahwa kerja memiliki kaitan dengan tujuan hidup, yaitu memperoleh keridhaan Allah SWT. Etos kerja dalam Islam adalah cara pandang yang diyakini seorang muslim bekerja bukan hanya memuliakan dirinya, atau menampakkan kemanusiaannya, tetapi juga sebagai manifestasi amal sholeh (karya produktif), yang karenanya memiliki nilai ibadah yang sangat luhur. Penghargaaan hasil kerja dalam lslam kurang lebih setara dengan iman, bahkan bekerja dapat dijadikan jaminan atas ampunan dosa, sebagaimana disabdakan Rasulullah saw:

"Barang siapa yang diwaktu sorenya merasakan kelelahan karena bekerja, berkarya dengan tangannya sendiri, maka disore itulah ia diampuni dosa dosanya. (HR lbnu Abas).
Mencari nafkah yang halal untuk memenuhi kebutuhan hidup, bukan hanya bernilai ibadah saja, tetapi lebih dari bagian kewajiban keagamaan sehingga orang yang enggan bermalas mencari nafkah, berakibat menelantarkan orang-orang yang berada dalam tanggungannya, mendapat dosa.

Dalam al-Qur'an Allah berfirman:

“Kewajiban seorang ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf.... (QS. Al Baqarah ayat 233).

Dalam kaitan dengan itu Rasulullah saw bersabda:

"......Berdosalah seseorang yang apabila ia sia-siakan nafkah yang menjadi tanggungannya. (HR. Nasai).

Rasulullah pernah mengangkat atau memberi jalan keluar dari kemiskinan seseorang dengan memberikan peluang, diberi alatnya, ditumbuhkan etos kerjanya, ditunjukkan caranya"
Dikisahkan bahwa suatu hari datang seorang sahabat Anshar yang meminta sesuatu kepada Nabi. Nabi bertanya ''Apakah tidak ada sesuatu yang engkau miliki ? Jawab orang itu "Aku hanya memiliki sebuah kantong dan terpal. Satu dipakai untuk pakaian dan satunya untuk tidur serta sebuah gelas." Kata Nabi, “bawalah barang-barang itu kemari.”
Ketika barang-barang itu telah diterima nabi kemudian ditawarkan kepada para sahabat siapa yang membeli. Akhirnya barang itu terjual seharga dua dirham. Oleh Nabi uang itu diberikan kepada sahabat Anshar tersebut dengan pesan satu diham untuk membeli makanan untuk keluarga dan yang satu dirham disuruh membelikan kampak. Oleh nabi sahabat tersebut disuruh pergi mencari kayu bakar (di perkebunan kurma) dan menjualnya ke pasar serta setelah 15 hari baru boleh bertemu Nabi. Setelah 15 hari, sahabat tersebut datang dengan membawa uang 10 dirham."

Dari kisah ini Islam tidak mengukur kerja dari halus dan kasarnya ,tetapi dari segi halal dan haramnya. Ketika nabi bertemu dengan salah seorang sahabat nabi yang bernama Sa'ad. Sa'ad mengeluh dan memperlihatkan telapak tangannya yang pecah-pecah. Ketika bertanya "Mengapa" Sa'ad menjawab "Saya ini bekerja mencari nafkah yang halal untuk keluarga dengan cara membelah batu, kemudian batu itu saya jual, setiap hari bekerja seperti itu. Maka Rasulullah mengatakan "Tangan seperti itulah yang kelak akan dicintai Allah. Rasulullah saw sangat menekankan semangat dan sikap kemandirian serta tidak senang melihat hambanya yang bermental pengemis dan peminta-minta, sebagaimana sabdanya "... Tiada seorangpun yang makan makanan yang lebih baik dari makanan dari hasil usahanya sendiri. Sesungguhnya Nabi Daud a.s. itu pun makan dari hasil usahanya (Muttafaq ‘alayh).
Demikian ajaran Islam yang penuh dengan ajaran progressif, semangat yang tinggi, motivasi kerja keras, produktif sehingga mampu membawa masyarakat menjadi masyarakat yang berperadaban yang tinggi.

Secara spiritual kita, di samping bekerja sekuat tenaga dengan perhitungan yang tepat juga diperintahkan untuk berdoa mohon perlindungan dari sifat lemah dan malas, pengecut dan bakhil, hutang dan tekanan orang lain.


Wallahu a'lam bissawab.

Tidak ada komentar: