Kamis, 07 Februari 2008

PESANTREN CYBER: SEBUAH TEROBOSAN BARU

Pesantren Cyber: Sebuah Terobosan Baru

Dakwah adalah seruan ke jalan Allah. Ia menjadi kewajiban bagi setiap muslim dan dilakukan dengan berbagai cara, baik individu maupun berjamaah. Selain bertujuan mengenalkan nur Islam kepada seluruh masyarakat dunia, dakwah juga dilakukan demi mencegah dan melawan kemungkaran lewat penggunaan kekuasaan (power), lisan/tulisan, ataupun sampai tingkat terlemah yakni di dalam hati.

Pada dasarnya, dakwah merupakan bentuk kegiatan komunikasi, yang dapat berupa komunikasi personal, kelompok, ataupun massa. Adapun komunikasi yang baik membutuhkan adanya sumber informasi yang baik, komunikator yang andal, pesan (message) yang sesuai, dan saluran atau medium yang tepat. Pada akhirnya, hal tersebut akan menghasilkan efek positif dari penerima pesan (H.A.Widjaja, Ilmu Komunikasi, Pengantar Studi, 2000).

Dakwah dan Teknologi

Bicara soal medium, sebuah pesan membutuhkan saluran yang tepat untuk sampai ke obyek dakwah (mad'u). Jika pesan dan mediumnya pas, maka mad'u akan mengapresiasi secara positif sehingga dakwah bisa disebut berhasil. Sebaliknya, jika ada salah satu yang tak sesuai, maka hasil positif yang diharapkan dari mad'u akan gagal.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang makin maju, berbagai medium muncul untuk menyampaikan risalah Ilahi ini. Dimulai dari medium cetak (koran, majalah, tabloid, selebaran) hingga elektronik (radio, televisi). Belakangan, setelah tahun 90-an, muncullah internet, yang merupakan saluran baru yang penuh potensi. Dalam ruang cyber, semua kegiatan bisa dilakukan dan ditampilkan baik pasif maupun aktif/interaktif.

Bagi umat Islam, bisa jadi internet menjadi sesuatu yang dipertentangkan keberadaannya. Di satu sisi ia memberikan banyak manfaat ilmu, tapi di sisi lain ia menyediakan lahan kemaksiatan yang dalam. Namun bahwa internet menjadi medium baru yang amat luar biasa untuk dieksplorasi bagi para aktifis dakwah agaknya disepakati banyak pihak.

Yang menarik, Gary Bunt, seorang akademisi Barat yang menulis buku Virtual Islamic: Computer Mediated Communications and Cyber Islamic Environment (Cardiff University of Wales: 2000), menyebutkan bahwa rata-rata yang menjadi landasan kalangan muslim mengembangkan layanan di internet, tak lain karena soal dakwah. Bagi mereka, kata Bunt, merancang situs web, menyediakan layanan online Islami, aktif berdiskusi di berbagai mailing list merupakan cara mudah untuk memenuhi kewajiban tersebut. Atau, menurut istilah Jeff Zaleski dalam Spiritualitas Cyber Space (Mizan, 1999), internet merupakan alat dakwah yang berdaya guna dan Islam merupakan agama yang hidup dalam perubahan. “Agama ini cocok untuk berkembang dalam internet yang tidak bersifat hierarkis,” kata Zaleski.

Alasan lainnya adalah, bagi kaum muslimin di kalangan perkotaan, mencari kebutuhan di alam maya jauh lebih mudah dan cepat. Mencari teks kitab suci berikut alunan kiraahnya, misalnya, kini dapat ditelusuri dengan mudah. Jadwal solat lima waktu yang bergeser dari hari ke hari menurut lokasi di seluruh penjuru dunia tak sulit diperoleh. Fasilitas search engine, software penentuan kiblat, dan berbagai keperluan praktis lainnya dapat dijangkau dan dicari tanpa perlu menghabiskan banyak waktu.

Sebagai sebuah dunia maya yang saling terkait, internet memang punya karakteristik unik yang tak dipunyai medium konvensional. Di dunia interenet, tidak dikenal adanya penguasa/pengatur utama. Artinya, orang bebas melakukan komunikasi dan berinteraksi. Seseorang dapat melakukan pertukaran teks, data, suara, dan gambar, serta berbagai pesan dengan berjuta manusia dalam bidang bisinis, akademis, pemerintahan, dan organisasi lain di hampir seluruh belahan dunia. Termasuk, dalam hal mencari perangkat lunak, dokumen, gambar, peta cuaca, katalog perpustakaan, serta bermacam informasi dari berbagai tempat di dunia.

Lewat medium anyar ini, mad’u dimungkinkan bisa tetap berhubungan dengan para da’i tanpa kehilangan sifat interaktifnya. Bentuknya bisa bermacam-macam, dari yang sederhana seperti surat-menyurat elektronik (e-mail), diskusi dan belajar lewat grup mailing list, atau lewat situs web yang dirancang interaktif. Di Indonesia, situs-situs semacam www.pesantren.com, www.eramuslim.com, www.alhikmah.com, atau www.myquran.com, sudah cukup dikenal di kalangan netter yang membutuhkan materi Islami.

Orang dapat juga membangun dan mengembangkan bentuk-bentuk serta metode baru pendidikan Islam, sebagai pilar penting dalam syiar Islam. Gagasan mendirikan sekolah maya (cyber school) atau e-learning merupakan alternatif yang patut dilirik. Untuk pendidikan tinggi seperti kampus dan kursus-kursus di berbagai bidang, model e-learning ini mulai lazim dilakukan, bahkan di dalam negeri.

Yang belum terdengar terobosannya justru pesantren, sebagai lembaga pengembangan keilmuan Islam yang telah ada di Indonesia sejak Islam diperkenalkan pertama kali. Semua kalangan Islam sepakat, pesantren merupakan lembaga keilmuan dan dakwah yang langsung berada dan menyatu dengan masyarakat. Dari pesantrenlah lahir berbagai tokoh yang berjuang di jalan Islam seperti M. Natsir, Buya HAMKA, Agus Salim, Hasyim Asy’arie, Jenderal Soedirman, Kasman Singodimedjo, dan lain-lain.

Potensi Pesantren Cyber

Mengapa perlu mengembangkan pesantren internet? Bukankah itu kesia-siaan atau hal yang percuma? Belum tentu. Paling tidak, ada beberapa alasan mendasar yang mendukung perlunya gagasan ini dicoba.

Pertama, banyaknya jumlah pengguna (user) yang potensial menjadi obyek dakwah. Untuk Indonesia saja, menurut keterangan Ditjen Postel, ada sekitar 4 juta orang yang sudah mengakses internet. Diproyeksikan, 61 juta penduduk bakal dapat menikmati internet di tahun-tahun mendatang.

Kedua, kebanyakan pengguna adalah orang-orang terdidik dari kalangan kelas menengah, dengan usia rata-rata 25 sampai 40 tahun. Dapat diduga, peserta pesantren maya nantinya adalah mayoritas dari kalangan yang sama. Di tahun-tahun belakangan, dengan semakin meningkatnya ghirah mempelajari Islam di kalangan menengah-atas, kehausan memperoleh pengetahuan Islam secara terstruktur hendaknya dapat diantisipasi.
Dengan sifat pesantren yang unik dan menarik perhatian, gagasan ini diharapkan mampu menarik minat banyak orang. Ingat, dalam dunia internet, sesuatu yang unik dan kreatif amat potensial menjaring peminat. Apalagi, kalangan muslim menengah-atas relatif tidak mengalami kesulitan melakukan komunikasi dengan internet, baik di kantor maupun di rumah.

Metode Pesantren Cyber

Tak mudah menyusun operasional pesantren via internet. Perbedaan yang utama sifatnya yang tak dapat mengandalkan pertemuan tatap muka layaknya pesantren konvensional dan modern yang telah dikembangkan. Ini ditambah kekhawatiran tak semua pesan pelajaran bisa ditangkap dengan jelas hanya dengan medium elektronik.
Ada beberapa patokan yang perlu dibuat untuk melancarkan jalannya gagasan tersebut.

1. Keanggotaan (Membership)

Dengan alamat e-mail bagi anggota, akan mudah bagi mereka menerima materi pelajaran, membuka file mata pelajaran tertentu di situs web, atau mengikuti grup diskusi, dan melakukan tanya jawab dengan pengelola. Dalam hal ini, pengelola harus membuat basis data keanggotan. Diperlukan pemikiran mendalam untuk memberikan sesuatu yang lebih bagi yang mendaftarkan diri menjadi anggota atau menjadi santri. Pengelola perlu memikirkan semacam newsletter berkala dan modul-modul pelajaran yang dikirimkan kepada peserta merupakan sesuatu yang harus dirancang dengan serius.

2. Digital Library

Salah satu bentuk fasilitas yang disediakan di pesantren maya adalah perpustakaan digital (digital library). Perpustakaan ini menampung berbagai persoalan, keilmuan, dan buku-buku keislaman. Digital library harus juga menyediakan hyperlink keberbagai sumber (source) kepustakaan digital di inetrnet. Pengelola bisa pula bekerja sama dengan perguruan tinggi atau lembaga tertentu yang telah memiliki digital library lebih maju. Di Indonesia, perpustakaan digital yang dikembangkan Institut Teknologi Bandung dapat dijadikan alternatif.

3. Chatting

Salah satu cara untuk memberikan pelayanan kepada anggota secara mudah adalah dengan membuat forum chatting yang menampilkan pengasuh pesantren secara bergiliran. Di dalam forum chatting ini, setiap santri (anggota) dapat bertanya dan berdiskusi dengan para asatidz mengenai modul-modul pelajaran ataupun mengenai persoalan lain yang menyangkut topik-topik pelajaran. Dibutuhkan penjadwalan waktu yang teliti agar program ini dapat berjalan dan diikuti santri dan asatidz-nya.

4. Forum Diskusi

Pelayanan cara ini ialah dengan membuka forum diskusi seperti mailing list. Fasilitas ini dipandu para staf pengajar dan pengelola yang akan terlibat masuk grup diskusi tertentu sesuai dengan topik yang akan dirancang pengelola pesantren. Dengan ikut berdiskusi, diharapkan kita akan mendapatkan lebih banyak peluang bagi para santri untuk membahas berdiskusi mengembangkan wawasan keislaman.

5. Pertemuan offline

Tidak bisa tidak, keterbatasan yang dimiliki pesantren cyber adalah bahwa tatap muka dan sosialisasi pergaulan sehari-hari --sebagai unsur terpenting pesantren nyata-- justru tidak diperoleh. Karena itu, tetap dibutuhkan pertemuan-pertemuan offline. Ini dapat dilakukan untuk beberapa hal. Pertama, saat melakukan evaluasi atau ujian terhadap kemampuan santri, bila hal ini diminta baik oleh pengelola atau santri sendiri. Kedua, jika ada permintaan dari para santri untuk bersilaturahim antarsantri dan antara santri dengan pengelola serta pengasuh pesantren (asatidz).

Karena domisili santri yang mungkin saja berjauhan, dibutuhkan jaringan (network) yang baik dan luas dari pengelola sehingga dapat meng-handle santri di daerah tertentu. Katakanlah, misalnya, para santri wilayah Jawa Timur berkumpul di Surabaya, santri di Aceh dan Sumatera Utara berkumpul di Medan, dan sebagainya. Konsekuensi pertemuan offline ini adalah, jika ada salah satu santri yang berdomisili di luar negeri, maka ia tak bisa mengikutinya. Dengan teknologi teleconference via kamera web, misalnya, keterbatasan itu dapat diminimalisasi.

6. Komunikasi Penunjang

Selain internet, teknologi lain dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan kegiatan pesantren cyber ini, seperti penyampaian informasi melalui telepon seluler (SMS, data, gambar), radio, televisi, dan lain-lain.

7. Asas Legal Formal

Pendidikan jarak jauh bukanlah hal yang baru di khasanah pendidikan Indonesia. Namun pendidikan lewat jalur internet, harus diakui belum memiliki landasan yang kokoh, khususnya jika dikaitkan dengan formalitas dan status lulusan (santri). Adapun di luar negeri, kegiatan semacam ini sudah mulai dikenal. Karena itu, faktor ini patut dikaji dengan seksama.

Aspek Teknis Pembangunan Pesantren Cyber

Secara teknis, pembuatan pesantren cyber tidak terlalu sulit bagi para webmaster. Kita cukup menyiapkan teks, citra yang berformat JPG atau GIF, suara jika perlu, lalu membuatnya dengan format digital dan mengkonversikan seluruh data yang ada ke format HTML (Hyper Text Mark-up Language) yang merupakan format standar web.
Untuk bisa online, tersedia dua pilihan yakni dengan menyewa server atau memiliki server sendiri. Kita juga diberikan pilihan koneksi, apakah via ISP (Internet Service Provider) atau dengan cara leased line sendiri.

Ketika sebuah home page dibangun, ada dua prinsip (dasar) rancangan yang harus diingat, yaitu ringkas dan fungsional. Situs web harus mampu menuntun anggota (santri) dan pembaca umum untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas melalui pesan yang terdapat di dalamnya.

Aspek Organisasi Pengelola

Organisasi pengelola pesantren maya terdiri atas Pengelola Teknis Situs Web dan perangkatnya (hardware dan software). Pengelola teknis situs web ini merupakan tenaga-tenaga profesional yang telah berpengalaman dalam membangun dan mengelola sebuah situs web. Selain mereka ada Pengelola/pengasuh pesantren. Pihak ini merupakan tenaga profesional yang bertugas menjalankan operasional pesantren sehari-hari, mulai pengelolaan santri (anggota), penyusunan kurikulum, penyusunan dan perbanyakan modul, penyeleksian anggota, penghubung santri dengan narasumber (asatidz), pelaksana evaluasi akhir, dan perencana harian situs web. Nara sumber (asatidz) pesantren bertugas mengasuh masing-masing mata kuliah di pesantren dan berhak untuk membuat dan menilai hasil evaluasi santri.

Kenapa Tidak?

Memang, terbayang rumit dan sulitnya perwujudan pesantren cyber tersebut. Tapi perkembangan teknologi informasi sudah menjadi kenyataan di dunia kini dan masa datang. Ia tak bisa dihindari, atau malah dibenci. Sebaliknya, teknologi adalah alat, yang jika dipergunakan dengan tepat dapat mengatasi kendala -kendala yang selama ini dialami.

Ketika Rasulullah SAW bersabda "Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim" (Hadits Riwayat Baihaqi, Ibnu Abdil Bar, Thabrani: Jamius Shagir, Syuyuti 5264), maka sesungguhnya itu dapat diinterpretasikan pula sebagai anjuran untuk mengembangkan ilmu berikut metodenya dari cara konvesional ke cara modern. Ini amat sesuai, apalagi jika dikaitkan dengan sabda Rasul SAW lainnya: "Barangsiapa menunjukkan kepada sesuatu kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengamalkannya" (Hadis Hasan Sahih Riwayat Tirmidzi)

Kuncinya ada di sumber daya manusia (SDM). Tenaga-tenaga profesional muslim yang handal kita yakini dapat menjalankan terobosan unik dan menarik ini, sekaligus menjaring obyek dakwah secara lebih kreatif. Kenapa tidak?

1 komentar:

Azha Nabil mengatakan...

Salam silaturrahmi dari kami, Peantren Ath-Thohiriyyah Purwokerto, Banyumas.
Kunjungi website kami untuk berjabat erta dalam silaturahmi melalui www.thohiriyyah.com.
terima kasih

azha nabil