Selasa, 05 Februari 2008

Siapa Bertugas Mendidik?

Tahun ini adalah tahun kedua Rahmi bersekolah di sekolah full day di dekat tempat kerja ibunya. Sejak usia Rahmi menginjak dua tahun, ibunya memang telah mulai merintis karirnya di sebuah perusahaan perbankan. Sementara ayah yang seorang insinyur pun harus bekerja penuh dari pagi hingga sore hari.

Semenjak kecil Rahmi jadi terbiasa ditinggal di rumah bersama baby sitter-nya. Baginya, hal ini tak menjadi masalah karena ia memiliki banyak teman di lingkungan rumahnya. Kelincahannya membuat ia betah bermain berlama-lama dengan teman-temannya, dan baru pulang jika tiba saat makan atau tidur.

Tahun demi tahun berlalu dan Rahmi tetap dengan kebiasaannya bermain berlama-lama di luar rumah. Ayah dan ibunya menganggap ini sebagai kebiasaan yang wajar-wajar saja karena Rahmi pun tak menunjukkan perilaku yang mengkhawatirkan.
Namun ternyata perubahan baru terjadi ketika Rahmi mulai duduk di bangku Sekolah Dasar. Ayah ibunya telah mengorbankn banyak biaya untuk bisa menyekolahkan Rahmi di sekolah elite Islam di kota mereka. Mereka memang menginginkan anak semata wayangnya ini memperoleh pendidikan umum dan keagamaan yang seimbang. Dan karena kedua orang tua ini jarang berada di rumah, pilihan sekolah dari pagi hingga sore dirasa akan sangat membantu dalam menangani pendidikan Rahmi.

Namun ternyata perkembangan Rahmi tidaklah seperti yang diharapkan orang tuanya. Gurunya melaporkan bahwa Rahmi berkawan dengan seorang temannya yang memiliki berbagai kebiasaan buruk. Perubahan terjadi demikian cepatnya hingga beberapa bulan kemudian perkembangan Rahmi menjadi kian memburuk. Motivasi belajarnya hilang. Perilakunya pun cenderung memberontak, mengasingkan diri dari teman-teman yang baik, dan berbuat seenaknya sendiri.

Ayah ibunya sangat kecewa dengan perkembangan ini. Anak mereka itu sudah seperti anti dengan nasehat-nasehat orang tuanya. Seakan tak aad keinginan Rahmi untuk berbicara dari hati ke hati dengan ayah ibunya. Apalagi untuk bicara jujur dan mau mendengar pendapat ayah ibunya itu. Ia baru kan menunjukkan apa perilaku baik jika telah memperoleh apa yang ia inginkan dari ayah ibunya, seperti uang jaajn, mainan dan sebagainya.

Penyesalan yang datang terlambat memang tak berguna. Tetapi, tidak lantas berhenti untuk berupaya. Ayah dan ibu Rahmi pun mulai membenahi pola pendidikan di rumah mereka. Para ahli yang mereka datangi memberi saran untuk mengaktifkan kembali komunikasi yang macet bersama anak. Waktu sempit yang tersedia harus efektif dimanfaatkan untuk itu.

Yang lebih penting, mereka sadar bahwa tugas memberi pendidikan memang menjadi tugas utama keluarga, tak bisa dilimpahkan begitu saja kepada pihak sekolah. Dan pendidikan dasar, ketika anak berusia di bawah lima tahun, sangat penting artinya karena itu akan menetap hingga dewasa. Mereka banyak meimba ilmu tentang cara mengefektifkan sedikit waktu dalam sehari yang mereka miliki. Salah satu saran yang mereka peroleh adalkah dengan menciptakan rumah sebagai basis pendidikan. Mengenai hal yang satu ini, akan dibahas secara detil berikut

Rumah Sebagai Basis Pendidikan

Jelas sudah, bahwa orang tua tak bisa menghindarkan diri sebagai pemikul utama penanggung jawab pendidikan nak. Hal ini adalah tugas keluarga. Lembaga pra sekolah dan sekolah hanya berperan sebagai partner pembantu.
Tugas penting orang tua ini akan sangat terukung jika mampu menciptakan suasana rumah menjadi tempat tinggal sekaligus basis pendidikan. Tugasberat, memang. Tetapi ada banyak cara untuk melakukannya.

Rumah sebagai basis pendidikan akan dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal berikut ini ;

1. Melengkapi fasilitas pendidikan

Selain perabot rumah tangga, apa lagi fasilitas rumah tangga yang harus diprioritaskan kalau bukan fasilitas penunjang pendidikan ? Bukankah tugas mendidik anak adalah tugas utama keluarga ? Yang untuk mencapai keberhasilan, mutlak dibutuhkan dukungan dari lingkungan. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain;

- Tempat Belajar yang menyenangkan.

Sama sekali tidak harus mahal. Seperangkat meja kursi sederhana dilengkapi dengan rak buku sudah bisa diciptakan sebagai meja belajar. Untuk menciptakan suasana menyenangkan, penataannya yang harus disesuaikan dengan kebutuhan anak.
Misalkan, anak-anak suka beragam warna dan gambar yang menarik dan lucu. Beri kesempatan mereka memilih atau membuat sendiri hiasan di sekitar tempat belajarnya. Ajaklah anak untuk kreatif merancang hiasan ini dari bahan-bahan yang tersedia, sehingga tak harus membeli hiasan yang mahal-mahal. Lebih baik lagi jika disediakan tempat khusus untuk memajang hasil karya mereka.

Kalau bisa, harus ada tempat belajar khusus untuk masing-masing anak. Dan beri kebebasan serta tanggung jawab kepada mereka untuk mengurusi meja belajarnya masing-masing. Yang perlu diingat, peran orang tua diperlukan agar tempat belajar ini tetap menyenangkan bagi anak. Bantulah mereka mengurusnya sesekali untuk memberikan pengarahan yang benar.

Semakin baik dan menarik keberadaan fasilitas pendidikan yang satu ini, anak akan merasakan bahwa kegiatan belajar adalah satu hal yang istimewa dalam keluarga. Selanjutnya, ini akan semakin memacu motivasi belajarnya.

- Media Informasi

Ilmu pengetahuan tak bisa dilepaskan kaitannya dengan media informasi. Karena dari sinilah sebagian besar ilmu pengetahuan akan diperoleh. Maka untuk mengakrabkan anak kepada bidang pendidikan, tak bisa tidak harus pula terlebih dahulu mengakrabkan mereka kepada media-media informasi ini.

Media-media ini bisa berupa televisi, radio, computer, buku dan majalah. Seperti layaknya setiap media, informasi yang disediakan tidak semuanya dibutuhkan oleh anak. Bahkan ada yang cenderung merusak anak. Itu sebabnya, tindakan seleksi perlu dilakukan orang tua.

Televisi, misalnya, apabila orang tua ingin memanfaatkannya sebagai media informasi pendidikan bagi anak, maka harus konsekwen dengan hanya memutar acara-acara yang menunjang pendidikan saja. Acara hiburan boleh diberikan hanya sebatas sebagai refreshing, tidak berlebih-lebihan. Tindakan ini perlu dilakukan, karena jika sejak awal anak sudah terbiasa memanfaatkan media-media ini hanya untuk kebutuhan bermain dan bersenang-senang semata, maka untuk selanujutnya fasilitas ini menjadi tak berfungsi sebagai media pendidikan lagi.

- Perpustakaan

Minimal ada buku-buku yang dikoleksi. Karena untuk menumbuhkan motivasi kependidikan anak, buku adalah sarana yang paling tepat. Kecintaan nak terhadap buku mutlak harus ditumbuhkan sedini mungkin. Dan rumah adalah tempat yang paling cocok untuk keperluan itu.

Alhamdulillah jika di dalam rumah bisa disediakan sedikit tempat untuk perpustakaan ini. Kesannya ke dalam hati anak akan jauh lebih mendalam dari pada sekedar meminjam-minjam buku dari teman. Memiliki koleksi buku sendiri, bagi anak akan sangat membanggakan. Jika orang tua mampu menyisihkan anggaran rutin bulanan untuk kebutuhan buku anak-anak ini, tentu koleksi anak akan terus bertambah, sehingga untuk mewujudkan perpustakaan mini tak akan kesulitan.

Penataan dan perawatan yang baik terhadap buku-buku ini akan menunjang keberadaan fasilitas ini. Buku sederhana ataupun bekas pun akan menarik jika disampul yang rapi dan bersih. Dan semakin istimewa orang tua memberikan perhatian terhadap koleksi buku anak-anak ini, semakin anak-anak akan menghargai pula keberadaan perpustakaan mini mereka. Bagi keluarga yang mampu, menyediakan buku-buku referensi dan enxiclopedia anak akan semakin menyemarakkan perpustakaan. Asal saja, keberadaan buku yang mahal-mahal ini tidak sekedar sebagai pajangan belaka.

2. Budaya Ilmiah

Setelah fasilitas tersedia, yang diperlukan berikutnya adalah pembentukan budaya ilmiah dalam rumah. Maksudnya, pembentukan perilaku dan pembiasaan dari anggota-anggota keluarga yang menunjang visi pendidikan. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.

- Budaya Islami

Satu-satunya cara terbaik untuk memberikan pendidikan keimanan, nilai-nilai moral, adalah dengan teladan langsung. Ajaran tentang dzikir kalimat thayyibah, shalat , kejujuran hingga mencintai Al Qur'an sangat mudah diajarkan jika orang tua langsung mempraktekkannya. Maka tanpa harus banyak memberi nasehat dan mengingatkan, aank akan secara langsng mencontoh.

Menanamkan kebiasaan shalat dan mengaji Al Qur'an, kebiasan membaca doa sehari-hari maupun hafalan surat-surat pendek, tak lagi memerlukan satu waktu yang dialokasikan khusus untuk itu. Tetapi sudah langsung diterapkan di sela-sela kegiatan hidup sehari-hari. Maka, bagi orang tua yang sesibuk apapun, tetap memiliki kesempatan untuk memberikan pendidikan keimanan kepada anak-anaknya. Jadi, tak ada alasan untuk melimpahkan urusan pendidikan keimanan ini ke tangan pihak sekolah semata.

- Budaya Belajar

Yang harus belajar bukan hanya anak-anak. Justru orang tua dan anggota keluarga lain perlu memberikan teladan. Setiap harinya, orang-orang inipun harus belajar sebagaimana mereka mengharapkan nak-anak mereka mau belajr tiap hari pula.

Orang dewasa harus enunjukkan kepada anak-anak, bahwa mereka pun gemar belajar. Materi apa yang dipelejari, tergantung kebutuhan masing-masing. Ayah mempelajari buku-buku ekonomi, ibu mempelajari buku fiqih Islam, misalnya. Harus diluangkan waktu walaupun hanya seperermpat jam bagi orang tua untuk mencontohkan budaya belajar ini.

Gairah orang tua untuk terus belajar inilah yang akan dicontoh anak. Sehingga, tanpa disuruh pun, anak akan senang mencontoh mereka belajar. Sebaliknya, jika orang tua tak pernah menunjukkan aktifitas belajar, tetapi senantiasa menasehati anak untuk rajin belajar, itu hanyalah omong kosong, tak akan mendapat perhatian dari anak-anak.

- Jam Baca

Membudayakan jam baca pun sangat baik untuk dilakukan. Bisa diseraamkan waktunya untuk seluruh anggota keluarga. Misalkan ba'da Isya, ditetapkan jam baca selama 15 hingga 30 menit, dimana setiap anggota keluarga akan mengambil buku masing-masing untuk membaca bersama-sama. Alternatif lain, jam baca ini bisa difleksibelkan waktunya, tidak harus bersama-sama, hanya ditentukan durasi waktunya setiap harinya.
Konsekwensinya, harus ada fasilitas buku-buku yang memadai untuk dibaca. Jangan sampai anak menjadi bosan dan terpaksa membaca apa yang tak ia butuhkan dan tak ia sukai. Untuk keperluan ini baik sekali jika mengajak anak rutin berkunjung ke perpustakaan untuk meminjam buku, sehingga koleksi bahan bacan pun menjadi beragam dan menarik.

Tujuan penetapan jam baca ini bukan untuk memaksa anak belajar, tetapi untuk menumbuhkan minat baca mereka. Itu sebabnya harus dihindari pemaksaan. Beri kesempatan mereka untuk memilih buku apa yang akan mereka baca. Jangan paksa untuk harus membaca buku pelajaran sekolah. Dan bagi anak yang belum lancar membaca, kegiatan ini bisa dipandu oleh orang tua. Bentuknya tidak harus pelajaran membaca, tetapi sekedar 'membaca gambar' dari buku-buku yang ada.

- Gairah Cerita

Sudahkah orang tua membacakan cerita kepada anak-anaknya setiap hari ? Kegiatan ini memiliki manfaat yang besar sekali. Sebagai wahana meluaskan cakrawala berpikir anak, sebagai media bagi orang tua untuk mengajarkan nilai-nilai moral, meningkatkan kecintaan anak terhadap buku, dan memelihara rasia keingintahuan mereka.

Kalau pada kegiatan jam baca anak diberi kebebasan memilih sendiri buku-buku bacanya, maka saat bercerita ini orang tualah yang berkesempatan memasukkan nilai apa yang ia inginkan. Untuk sarana pendidikan keimanan, budaya bercerita ini akan sangat tepat sekali. Jika anak menjadi gelisah ketika suatu malam orang tua tak sempat bercerita, itu menandakan keberhasilan menumbuhkan gairah mereka mendengarkan cerita.

- Gairah Rasa Ingin Tahu

Bukankah pendidikan identik dengan pemenuhan kebutuhan rasa ingin tahu anak ? Jika anak sudah tak memiliki gairah rasa ingin tahu lagi, mereka akan cenderung menolak menerima pendidikan itu. Maka, menumbuhkan budaya ingin tahu di dalam rumah adalah penting sekali.

Rasa ingin tahu ank akan terpancing jika mereka menerima informasi yang menarik. Orang tua bisa mengupayakan hal ini menggunakan sarana media informasi. Bisa diperkuat lagi lewat pancingan-pancingan yang diberikan orang tua.

Sebenarnya, setiap bayi terlahir dengan berbekal rasa ingin tahu yang amat besar. Selanjutnya mereka berkembang menjadi anak-anak yang selalu serba ingin tahu. Pertanyaan-pertanyaan tentang segala sesuatu yang mereka temui seakan tak pernah berhenti mengalir. Fitrah ini penting untuk dipelihara dan diarahkan. Dengan kesabarn orang tua untuk terus menjawab pertanyan anak, memancingnya dengan pertanyaan baru, inilah yang akan mempertinggi gairah rasa ingin tahu anak.

Khatimah

Maka, di dalam rumah yang telah berhasil menjadi basis pendidikan, akan tercipta suasana kependidikan yang khas di dalamnya. Dimana segala sesuatu yang berhubungan dengan pendidikan akan diistimewakan dan dihargai tinggi. Walaupun ini memerlukan dana besar, sungguh ini merupakan investasi yang sangat berharga untuk masa depan anak-anak.

Orang tua yang tahu akan kewajibannya, tak akan lalai dalam melakukan hal ini. dan sangat perlu disadari bahwa fungsi rumah sebagai basis pendidikan ini tak akan pernah bisa tergantikan oleh sekolah. Salah besar jika orang tua merasa urusan pendidikan telah selesai di sekolah, karena anak belajar dari pagi sampai sore, misalnya, kemudian di rumah tinggal berkomunikasi dan bersantai bersama keluarga tanpa diberi bobot nilai kependidikan.

Tugas pendidikan anak yang utama tetap dipegang oleh keluarga. Berat, memang, terutama bagi mereka yang termasuk keluarga sibuk. Tetapi Insya Allah, dengan upaya maksimal menciptakan kondisi rumah sebagai basis pendidikan ini akan banyak menolong.

Tidak ada komentar: