Kamis, 07 Februari 2008

METODE PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AFEKTIF PADA PENDIDIKAN ISLAM TERPADU

METODE PENGEMBANGAN PENDIDIKAN AFEKTIF PADA PENDIDIKAN ISLAM TERPADU

(Studi Kasus pada Sekolah Islam Terpadu di Daerah Istimewa Yogyakarta)


A.Latar Belakang Masalah

Pola kajian kependidikan Islam di Indonesia sebagaimana yang terdapat dalam literatur-literatur yang ada pada saat ini, pada dasarnya terfokus pada tiga kategori, yaitu: pertama, kajian-kajian sosio-historis pendidikan Islam; kedua, kajian pemikiran dan teori pendidikan Islam; dan ketiga, kajian metodologis pendidikan Islam. Pola-pola yang dikembangkan ini secara umum memiliki kesamaan tujuan yaitu mencari format terbaik bagi teori dan landasan praktik pelaksanaan pendidikan Islam.

Ajaran Islam sebagaimana yang tertuang dalam kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw., sebenarnya kaya akan fundamental doctrines dan fundamental values dalam berbagai aspek kehidupan manusia, yang dapat digali dan ditangkap sesuai dengan disiplin keilmuan atau keahlian seseorang. Para pemerhati dan pengembang pendidikan Islam akan berusaha menangkap dan menggalinya dari tinjauan aspek kependidikan.

Salah satu model penggalian dan pengkajian terhadap fundamental doctrines dan fundamental values dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah yang dilakukan oleh para ulama atau pemerhati dan pengembang pendidikan Islam adalah model “Pereneal-Esensialis Kontekstual”, yakni upaya memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah al-shahihah dengan mengikutsertakan dan mempertimbangkan khazanah intelektual muslim klasik di bidang pendidikan, serta mencermati kesulitan-kesulitan dan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh dunia pendidikan modern. Jadi, model ini selalu mempertimbangkan normatifitas ajaran Islam dengan mendekatkannya dengan realitas modern. Pengkajian pemikiran terhadap pemikiran ulama klasik dimaksudkan untuk menjadikannya sebagai landasan dalam melakukan verifikasi dan relevansi dengan konteks kekinian dan yang akan datang.

Berbicara tentang Pendidikan Islam, agaknya sangat idealis dan utopis bila hanya berkutat pada persoalan fundasional filosofis, karena kegiatan pendidikan sangat concern terhadap persoalan-persoalan operasional. Di antara kelemahan dari kajian Pendidikan Islam yang selama ini mewacana dalam berbagai literatur kependidikan Islam adalah mereka hanya kaya konsep fundasional atau kajian teoritis, tetapi miskin dimensi operasional atau praktisnya, atau sebaliknya kaya praktik/operasional, tetapi lepas dari konsep fundasional dan dimensi teoritiknya.

Untuk mencegah timbulnya kesenjangan sekaligus mencari titik temu dari persoalan tersebut, muncullah gagasan Pendidikan Islam Terpadu, sebuah model pendidikan yang didesain dengan segala keterpaduan dari berbagai sisi dan aspek pendidikan, yang meliputi visi, misi, kurikulum, pendidik, suasana pembelajaran, dan lain sebagainya.
Sekolah Islam Terpadu sebagai bentuk satuan pendidikan pra-dasar, dasar, dan menegah memiliki peran yang sangat strategis dalam membangun, membentuk, membina, dan mengarahkan anak didik menjadi manusia yang seutuhnya. Manusia yang memiliki karakter dan kepribadian yang positif, manusia yang mampu memahami diri sendiri dan orang lain, manusia yang trampil hidupnya, manusia yang mandiri dan bertanggung jawab, dan manusia yang mau dan mampu berperan serta dan bekerja sama dengan orang lain. Untuk itu Sekolah Islam Terpadu mencoba menerapkan sistem terpadu dengan penerapan program full day school. Yang dimaksud program terpadu adalah program yang memadukan antara program pendidikan umum dan pendidikan agama, antara pengembangan potensi intelektual (fikriyah), emosional (ruhiyah) dan fisik (jasadiyah), dan antara sekolah, orang tua dan masyarakat sebagai pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap dunia pendidikan.

Pemaduan program pendidikan umum dan agama dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif artinya porsi program pendidikan umum dan program pendidikan agama diberikan secara seimbang. Sedang secara kualitatif berarti pendidikan umum diperkaya dengan nilai-nilai agama dan pendidikan agama diperkaya dengan muatan-muatan yang ada dalam pendidikan umum. Nilai-nilai agama memberikan makna dan semangat (ruh) terhadap program pendidikan umum.

Potensi dasar (fithrah) manusia seperti ; potensi intelektual ( fikriyah), emosional (ruhiyah), dan fisik (jasadiyah) merupakan anugerah dari Allah yang perlu ditumbuhkan, dikembangkan, dibina, dan diarahkan dengan baik, benar dan seimbang. Program pendidikan terpadu diharapkan menjadi salah satu sarana untuk menumbuhkan, mengembangkan, membina, dan mengarahkan potensi-potensi dasar yang dimiliki anak didik.

Berangkat dari pemahaman bahwa pendidikan merupakan tugas dan tanggung jawab orang tua, sekolah, dan masyarakat, sekolah sebagai sebuah institusi adalah pelaksana langsung proses pendidikan, sedang orang tua dan masyarakat sebagai pihak pengguna dan penikmat hasil pendidikan perlu diberdayakan. Pemberdayaan orang tua dan masyarakat dalam proses pendidikan dititik beratkan pada peran serta mereka dalam penyamaan perlakuan terhadap anak didik serta dalam jalannya proses pendidikan.

Mereka bisa menjadi fasilitator, evaluator, donatur bahkan menjadi sumber belajar. Program pendidikan terpadu menjadi salah satu wahana untuk mengoptimalkan tugas dan tanggung jawab orang tua, sekolah dan masyarakat terhadap dunia pendidikan.
Dengan demikian Sekolah Islam Terpadu bertolak dari visi yang dibangun atas dasar keyakinan, bahwa proses pendidikan bertolak dari dan menuju fitrah manusia yang hakiki sebagai hamba Allah. Dalam arti pendidikan merupakan proses pencarian jati diri manusia dan proses memanusiakan manusia. Pendidikan membangun kesadaran kepada manusia tentang; siapa yang menjadikan manusia itu ada, dari mana manusia itu berasal, dan apa tugas manusia di bumi ini? Dalam proses pendidikan manusia diposisikan dan diperlakukan sebagai manusia, yang memiliki potensi, ciri dan karakteristik yang unik. Maka dalam proses memanusiakan manusia itu harus sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah, Rabb yang menjadikan manusia itu ada dan sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah Saw.

Dalam mencapai visi tersebut, Pendidikan di Sekolah Islam Terpadu mengemban misi menjadi wahana konservasi nilai-nilai ajaran Islam yang dibawa, diajarkan, dan dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Menjadi wahana dalam membangun, menumbuhkan, mengembangkan, membentuk, membina, dan mengarahkan potensi dasar (fithrah) anak didik. Menjadi mediator dalam menghantarkan anak didik memasuki zaman, sejarah, dan tantangan yang akan dihadapinya. Dengan tujuan menumbuhkan, mengembangkan, membentuk, dan mengarahkan anak didik menjadi hamba Allah yang shaleh secara individual dan sosial, serta memberikan kemampuan dasar kepada anak didik berupa pengetahuan, ketrampilan, dan sikap terpuji sesuai usia perkembangannya sebagai bekal hidup dan kehidupannya.

Dalam perkembangannya, model pendidikan ini selalu diorientasikan pada pembentukan karakter anak yang utuh baik diri aspek kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya. Dalam aspek kognitif misalnya, anak didik dituntut untuk memiliki wawasan yang luas baik dalam ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum. Pada aspek afektif anak dituntut memiliki aqidah yang benar, bersikap positif, misalnya: santun, toleran, jujur, berani, disiplin, rajin, cinta kasih sesama, bertanggung jawab, mandiri. Dalam aspek psikomotorik, misalnya anak akan terbiasa mencintai membaca dan menghafal Al-Qur’an maupun Al-Hadits, mampu melaksanakan praktek ibadah secara benar, bertindak trampil dan kreatif, serta selalu mengusahakan kesehatan dirinya.

Sejalan dengan visi, misi, dan tujuan yang dipaparkan di atas, Sekolah Islam Terpadu dirancang dengan sistem terpadu yang memungkinkan siswa mengembangkan potensi dasarnya secara terpadu, terus menerus dan berkesinambungan. Guru tidak hanya berperan sebagi pengajar (mudarris), tetapi juga sebagai pendidik (murabbi) setia yang memahami perkembangan siswa. Guru dituntut menjadi sumber keteladanan yang nyata bagi siswa.

Lingkungan pendidikan dirancang sebagai masyarakat belajar (learning society) sehingga siswa berinteraksi secara simbiosis mutualistik; saling mengingatkan (taushiah bil haq wa shabr), siap menjadi pelajar dan sekaligus menjadi pengajar. Proses pendidikan senantiasa diwarnai nuansa-nuansa religius sehingga membentuk karakter keberagamaan yang baik. Hal ini tidak terlepas dari optimalisasi fungsi masjid/mushala sekolah sebagai media dan sentra kegiatan siswa. Pengembangan pendidikan emosional anak dilakukan secara konseptual melibatkan pengalaman langsung tentang apa yang sedang diajarkan . Orang tua juga diikutsertakan secara aktif dalam membantu penyelenggaraan pendidikan. Mereka berperan sebagai partner dalam penyelenggaraan pendidikan. Orang tua dapat menciptakan dan menerapkan kebiasaan –misalnya hal-hal yang bersifat spiritual- dalam berbagai rutinitas kehidupan sehari-hari. Orang tua secara spontan bisa mengingatkan untuk berdo’a –sesuai dengan yang telah diajarkan di sekolah- dalam berbagai tindakan anak.

Tentu saja dalam melaksanakan program besar ini peran serta orang tua siswa didik menjadi sangat penting, berangkat dari asumsi bahwa pendidikan merupakan tugas dan tanggung jawab orang tua, sekolah, dan masyarakat. Orang tua sebagai pihak pengguna dan penikmat hasil pendidikan memiliki tugas yang sama dalam mendidik anak. Sekolah dan orang tua melakukan penyelarasan visi, misi, strategi, tujuan dan sasaran pendidikan. Hubungan antar keduanya bersifat mutualistik untuk mewujudkan kerjasama yang produktif, saling pengertian dan atas dasar pembagian wilayah kerja. Media untuk menjembatani terciptanya hubungan tersebut adalah Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan/BP3.

Melalui BP3, orang tua murid dapat memainkan peran dalam membantu kelancaran proses pendidikan, memberikan masukan, saran, tanggapan, gagasan dan melakukan evaluasi terhadap jalannya proses pendidikan. BP3 merupakan bagian integral dari struktur lembaga pendidikan.

Demikianlah dengan segenap keterpaduannya, Pendidikan Islam di Sekolah Islam Terpadu menawarkan berbagai nilai lebih yang bisa diperoleh diantaranya adalah: siswa mendapatkan pendidikan umum yang penuh dengan nuansa keislaman, siswa mendapatkan pendidikan agama Islam secara aplikatif dan teoritis, siswa mendapatkan pendidikan dan bimbingan ibadah praktis (doa, shalat dan dzikir, cara makan/minum, dan lain-lain), siswa mendapat pelajaran dan bimbingan cara baca dan menghapal Al-Qur’an (tahfizh) secara tartil, siswa dapat menyalurkan potensi dirinya melalui kegiatan ekstra kurikuler, perkembangan bakat, minat, dan kecerdasan siswa diantisipasi sejak dini, pengaruh negatif dari luar sekolah dapat diminimalisir, bagi orang tua yang sibuk Sekolah Islam Terpadu –dengan model full day school- merupakan solusi untuk pembinaan kepribadian putra-putrinya, siswa mendapatkan pendidikan bagaimana cara hidup bersama dengan teman, dan nilai-nilai positif lainnya . Selain itu siswa didik akan belajar tentang kecakapan hidup (life skill) yang memberikannya tumbuh akan kesadaran diri (self awareness), trampil berpikir (thinking skill) dan bersosialisasi diri (social skill).

Melihat kenyataan bahwa pola pendidikan –pada umumnya- saat ini hanya sekedar menampilkan aspek ‘simbolis’ bahwa setiap anak didik yang lulus kemudian mendapatkan ijazah yang bertuliskan deret angka, tetapi kurang membentuk sikap dan pola pikir anak. Anak mengalami split-personality akibat salahnya sistem pendidikan. Sekolah seperti ini tidak lagi tampil sebagai suatu lembaga pendidikan tetapi telah terjebak menjadi “industri pengajaran” yang hanya sekedar memenuhi target kurikulum tanpa memperhatikan ‘evaluasi’ terhadap hasil proses belajar-mngajar pada anak didiknya (karakter seperti apa yang ada pada anak setelah selesai mendapat pengajaran?). Anak hanya sekedar tersekolahkan tetapi tidak terdidik oleh budaya intelektual, sosial, budaya dan agama. Kalau orientasi pendidikan pada diri anak sendiri tidak pernah tercapai, lalu bagaimana dengan orientasi kebangsaan yang lebih besar.

Menurut Ki Hadjar Dewantara tentang tujuan pendidikan adalah bahwa pendidikan sebagai penyokong kodrat alami anak-anak agar mereka dapat mengembangkan kehidupan lahir dan bathinnya menurut kodrat masing-masing. Pengetahuan dan kepandaian bukan tujuan melainkan merupakan alat (perkakas) untuk meraih kematangan jiwa yang akan dapat mewujudkan hidup dan penghidupan yang tertib dan suci, serta bermanfaat bagi orang lain . Intinya, pendidikan harus berorientasi kepada kematangan –integritas dan kapabilitas- pribadi untuk suatu perubahan sosial dalam masyarakat.

Secara normatif-konseptual sistem Pendidikan Islam Terpadu sangat siap memenuhi tuntutan ini, tinggal bagaimana membuat langkah-langkah oprerasionalnya yang sistematis, terpadu dan komprehensif. Jika peluang ini telah terbaca, bukan mustahil pendidikan Islam akan menjadi alternatif pilihan untuk membentuk karakter anak menuju pada bangsa yang berperadaban tanpa harus kehilangan identitas dan mengorbankan prinsip.

B.Landasan Teori

Para ahli dan praktisi dalam bidang pendidikan semakin menyadari betapa pentingnya peranan pendidikan afektif, supaya tujuan pendidikan yang sebenarnya dapat tercapai. Tujuan tersebut ialah bahwa subjek didik mampu dan mau mengamalkan pengetahuan yang diperoleh dari dunia pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Lebih-lebih setelah muncul suatu temuan bahwa EQ (emotional quotion) menyumbang 80% terhadap keberhasilan seseorang dalam kehidupan, dibandingkan dengan IQ (Intelligence quotion) yang hanya menyumbang 20 % (Golemen, alih bahasa Hermaya, 1997). Keseimbangan antara kegiatan zikir dan fikir (juga fisik) juga merupakan ajaran Islam, yang kebenarannya telah terbukti secara empiris.

Kepedulian terhadap pengembangan afektif banyak difokuskan pada segi evaluasi, termasuk perumusan tujuan instruksional. Sementara dalam pendidikan di Indonesia yang berkembang adalah melihat pada prosesnya. Adapun yang menjadi kajian terpenting dalam pendidikan afektif adalah meliputi ketrampilan intrapersonal dan interpersonal. Ketrampilan intrapersonal berkaitan dengan pengembangan kemampuan mengelola diri sendiri, sedangkan ketrampilan interpersonal berhubungan dengan pengembangan kemampuan mengadakan hubungan antarpribadi. Dalam pengembangan ketrampilan intrapersonal selain membangun kesadaran diri, aspek lain yang perlu diperhatiakan adalah minat. Motivasi, sikap, dan nilai (values). Sementara dalam pengembangan keterampilan interpersonal aspek terpenting adalah bagaimana kita dapat menggunakan informasi tentang orang lain, agar dapat berhubungan secara efektif. Di sinilah ketrampilan untuk berkomunikasi dengan orang lain menjadi aspek kecerdasan (kecakapan) sosial. Kemampuan menyimak, asertif, mengatasi konflik, bekerjasama adalah bagian dari ketrampilan ini.

Selain itu –menurut B.S. Bloom- yang juga termasuk ranah afektif (affective domain) adalah: Penerimaan, mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleh guru; Partisipasi, mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan; Penilai/penentuan sikap, mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu; Organisasi, kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan; Pembentukan pola hidup, mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri. Dan sistematika yang dipakainya adalah melalui fase pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi, baru kemudian hasil.

Penekanan perkembangan afektif adalah pada bagaimana perasaan anak, bukan pada apa yang dirasakan oleh anak. Dengan kata lain yang menjadi pertanyaan utama adalah bagaimana perasaan atau emosi berubah atau bagaimana afeksi ditransformasikan dalam perkembangan . Dengan demikian pendekatan yang dipakai adalah lebih bersifat pedagogis (melihat dari bagaimana metode pengajarannya), karena mengutamakan aspek transfer of values.

C.Rumusan Masalah

Dari latar belakang dan dasar pemikiran di atas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.Bagaimana implementasi konsep Pendidikan Islam Terpadu bagi pembentukan sikap dan kepribadian anak?
2.Aspek-aspek afektif apa saja yang dikembangkan dari model pembelajaran di Sekolah Islam Terpadu?

D.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Setelah dirumuskan masalah di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
1.Mencari langkah taktis-operasional dari konsep -kurikulum dan metodologi pembelajaran- Pendidikan Islam Terpadu dalam pembentukan sikap dan kepribadian anak.
2.Mengetahui aspek-aspek afektif apa saja yang dihasilkan dari metode pembelajaran di Sekolah Islam Terpadu.

Adapun kegunaan penelitian (contribution to knowledge) ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1.Dapat terbangunnya kembali konsepsi-aplikatif Pendidikan Islam sebagai alternatif utama bagi upaya pembentukan dan pencerdasan pribadi dan bangsa.
2.Anak mendapatkan basic keislaman yang memadai sebagai bekal menghadapi berbagai persoalan yang ada di masa depan.
3.Menghilangkan asumsi dikotomisasi antara ilmu agama (reveal knowledge) dengan pengetahuan umum (science), wewenang tanggungjawab sekolah, orang tua dan masyarakat.
4.Mendapatkan kualifikasi tertentu sebagai hasil capaian suatu proses belajar-mengajar. Misalnya, pencapaian kualifikasi kepribadian anak yang lurus aqidahnya, rajin ibadahnya, mulia akhlaknya, sehat dan kuat badannya, cerdas pemikirannya, santun sikapnya, bertanggungjawab, kreatif, mandiri dalam hidupnya, serta bermanfaat bagi orang lain.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah lapangan, bersifat deskriptif kualitatif dan kuantitatif, dengan pendekatan paedagogis. Subyek penelitiannya adalah Sekolah Islam Terpadu dilakukan secara stratifaid random sampling, yaitu dengan mengambil sampel secara prosentase dari masing-masing tingkatan sekolah (TKIT-SDIT-SMPIT). Dari masing-masing level pendidikan ini akan diambil satu sekolahan sebagai sampel penelitian. Untuk tingkat TK adalah TKIT Salman Al-Farisy di Warungboto, untuk SD adalah SDIT Luqman Al-Hakim di Timoho, dan untuk SLTP adalah SMPIT Abu Bakar di Umbul Harjo.

2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan jalan observasi langsung ke sekolah, wawancara dengan guru, angket, dan dokumentasi. Analisis data kuantitatif dilakukan dengan statistik sederhana. Sedangkan untuk analisis data kualitatifnya adalah menilai hasil dari pengamatan (observasi) tentang kejadian-kejadian di sekolah yang berkaitan dengan siswa dan hasil wawancara dengan guru tentang sejauh mana proses transfer of value yang dikembangkan.

F. Sistematika Pembahasan

Tulisan ini dibagi dalam empat bab dengan rincian:
Bab pertama berisi pendahuluan yang menggambarkan latar belakang pentingnya Pendidikan Islam (Terpadu) serta penegasan istilah dalam judul.
Bab kedua berisi tentang sejarah dan profil Sekolah Islam Terpadu di Yogyakarta.
Bab ketiga berisi tentang analisa kurikulum dan metodologi pembelajaran di Sekolah Islam Terpadu.

Bab keempat berisi kesimpulan dan saran yang mengingatkan tentang pentingnya peran dan tanggungjawab secara terpadu antara pihak sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat dalam usaha melakukan pendidikan kepada anak.

G. Daftar Pustaka

Abaza, Mona, (1999), Pendidikan Islam dan Pergeseran Orientasi, Pustaka LP3ES Indonesia.
Al-Hasyimi, ‘Abdul Hamid, (2001), Ar-Rasulu Al-‘Arabiyyu Al-Murabbi terj. Mendidik Ala Rasulullah, Jakarta: Pustaka Azzam.
Arikunto, Suharsimi, (1997), Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Brannen, Julia, (1999), Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Golemen, Daniel, (2001), Emotional Intelligence terj. Kecerdasan Emosional, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Majalah Pendidikan Gerbang, Yogyakarta (2001): LP-3 UMY.
Mimie Doe & Marsha Walch, (2002), 10 Principles for Spiritual Parenting Nurturing Your Child’s Soul terj. 10 Prinsip Spiritual Parenting: Bagaimana Menumbuhkan dan Merawat Sukma Anak-anak Anda, Bandung: Kaifa Mizan Media Utama.
Muhaimin, Sutiah, Nur Ali, (2001), Paradigma Pendidikan Islam: Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Tilaar, H.A.R., (1998), Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad 21, Magelang: Tera Indonesia.
Ulwan, Abdullah Nashih, (1981), Tarbiyatul Aulad fil-Islam terj. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, Semarang: CV. Asy-Syifa’.
Winkel, W.S. (1999). Psikologi Pengajaran, Jakarta: PT. Gramedia.
Zuchdi, Darmiyati. Kumpulan Makalah.

1 komentar:

imam hadi kusuma mengatakan...

ijin copy gan......buat bahan proposal skripsi