Rabu, 24 September 2008

ZAKAT DAN PETA PENGENTASAN KEMISKINAN

Zakat dan Peta Pengentasan Kemiskian

Jakarta - Malang benar Indonesia ini. Negara ini sebagian besar rakyatnya mempercayai zakat sebagai suatu sistem penting untuk pengentasan kemiskinan - dan juga sangat gemar berzakat - namun keyakinan ini tak nyambung dengan keyakinan negara.

Zakat adalah wacana kesalehan, wacana peribadatan dan belum menjadi pemikiran pembangunan sosial apalagi sebagai diskursus ekonomi. Dalam peta pengentasan kemiskinan, zakat mungkin cuma pelipur lara.

Banyak kita tak sempat menggali ajaran Zakat. Tak heran banyak yang tak mengerti zakat. Kita tahu sebatas kewajiban zakat yang 2,5 persen. Bagaimana zakat dikumpulkan, bagaimana zakat diadministrasikan dan didistribusikan tak menjadi penting bagi kita.

Bayangkan kebijakan strategis Rasulullah ketika membentuk tim Amilin yang berkembang kemudian menjadi baitul maal. Bayangkan juga bagaimana zakat (juga infaq, sedekah, wakaf dll) dihimpun dan didayagunakan untuk pembangunan negara dan dakwah pada masa itu.

Kita sering dengar tentang kisah zakat di zaman Umar Bin Abdul Aziz yang fenomenal itu.Istilah penyaluran zakat sangat menjebak. Karena akhirnya zakat benar-benar disalurkan dan didistribusikan dalam bentuk uang zakat itu sendiri. Lihatlah budaya memberikan amplop uang zakat.

Padahal ditetapkannya Amil Zakat adalah untuk memetakan, merencanakan, mengembangkan dan memberdayakan zakat sebagai suatu komponen sumberdaya yang akan memakmurkan ummat. Jadi zakat memang harus didayagunakan, bukan sekedar disalurkan.

Karena targetnya adalah memberdayakan, bukan sekadar keterampilan mendata si miskin, adalah penting memahami anatomi kemiskinan dan menemukan obat bagi penyakit sosial ini.

Zakat harus diarsiteki secara terpadu bersama kekuatan pembangunan umat lainnya seperti sektor keuangan, perdagangan, permodalan, asuransi, pariwisata dll. Jadi zakat tak tunggal sebagai obat bagi kemiskinan. Ia harus holistic.

Makanya butuh kebijakan kepimimpinan dan aturan yang cantik dan memberdayakan. Ajaran zakat membuat kondisi kesalehan umat maningkat karena zakat mengajak kita semua mengaitkan kehidupan keseharian kita dengan kewajiban dan penglihatan Allah Swt.

Tijaroh dan semua sektor pekerjaan rakyat kita dihitung dengan mengaitkannya dengan kewajiban zakat dan anjuran peduli kepada orang lain.

Maka kondisi ini menciptakan kesalehan ummat. Jangankan mengurangi timbangan atau kecurangan perdagangan lainnya, dari keuntungan halalpun kita diharapkan menyisihkannya buat mereka yang tidak berpunya.

Budaya zakat akan membentuk budaya bersih dan adil.Zakat juga adalah sumberdaya yang tak kunjung henti. Selama kewajiban zakat masih ada, maka zakat adalah sumber daya abadi sampai hari kiamat. Namun keabadian zakat tak berbanding lurus dengan jaminan kecemerlangan zakat.

Tiga unsur zakat yaitu muzakki, mustahik (asnaf) dan Amil adalah penentu zakat berdaya atau tidak.

Maka kesuksesan zakat harus serius diupayakan bukan ditunggu atau sekedar diimpikan.

Lalu sudahkan kita ada dalam barisan pendukung konsep zakat?

Tidak ada komentar: