Minggu, 30 September 2007

BERINTERAKSI DENGAN AL-QURAN

BERINTERAKSI DENGAN AL-QURAN

Rabb kita telah memberikan kemuliaan kepada kita -- sebagai kaum Muslimin -- dengan menganugerahkan kitab suci yang terbaik yang diturunkan kepada manusia. Rabb kita juga, telah memuliakan kita dengan mengutus nabi yang terbaik yang pernah diutus kepada manusia. Kitalah, kaum muslimin, satu-satunya umat yang memiliki manuskrip langit yang paling autentik, yang mengandung firman-firman Allah SWT yang terakhir, yang diberikan untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia. Dan anugerah itu terus terpelihara dari perubahan dan pemalsuan kata maupun makna. Karena Allah SWT telah menjamin untuk memeliharanya, dan tidak dibebankan tugas itu kepada siapapun dari sekalian makhluk-Nya.
Tidak ada di dunia ini, suatu kitab yang terjaga dari perubahan dan pemalsuan, kecuali al-Quran. Tidak ada seorangpun yang dapat menambah atau mengurangi satu huruf-pun darinya. Ayat-ayatnya dibaca, didengarkan, dihapal dan dijelaskan, sebagaimana bentuknya saat diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad Saw, dengan perantaraan ruh yang terpercaya (Jibril).
Al-Quran berisikan seratus empat belas surah. Seluruhnya dimulai dengan basmalah (bismillâhirrahmânirrahîm), kecuali satu surah saja, yaitu surah at-Taubah. Ia tidak dimulai dengan basmalah. Dan tidak ada seorang pun yang berani untuk menambahkan basmalah ini pada surah at-Taubah, baik dengan tulisan atau bacaan. Karena, dalam masalah al-Quran ini, tidak ada tempat bagi akal untuk campur tangan.
Perhatian kaum muslimin terhadap al-Quran sedemikian besarnya, hingga mereka juga menghitung ayat-ayatnya, bahkan kata-katanya, dan malah huruf-hurufnya. Maka bagaimana mungkin seseorang dapat menambah atau mengurangi suatu kitab yang dihitung kata-kata dan huruf-hurufnya itu?
Tidak ada di dunia ini suatu kitab yang dihapal oleh ribuan dan (bahkan) puluhan ribu orang, di dalam hati mereka, kecuali al-Quran ini, yang telah dimudahkan oleh Allah SWT untuk diingat dan dihapal. Maka tidak aneh jika kita menemukan banyak orang, baik itu lelaki maupun perempuan, yang menghapal al-Quran dalam mereka. Ia juga dihapal oleh anak-anak kecil kaum Muslimin, dan mereka tidak melewati satu huruf-pun dari al-Quran itu. Demikian juga dilakukan oleh banyak orang non Arab, namun mereka tidak melewati satu huruf-pun dari al-Quran itu. Dan salah seorang dari mereka, jika Anda tanya: "siapa namamu?" -- dengan bahasa Arab -- niscaya ia tidak akan menjawab! Ia menghapal Kitab Suci Rabbnya semata untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, meskipun ia tidak memahami apa yang ia baca dan ia hapal, karena ia tertulis dengan bukan bahasanya.
Al-Quran tidak semata dijaga makna-makna, kalimat-kalimat serta lafazh-lafazhnya saja, namun juga cara membaca dan makhraj huruf-hurufnya. Seperti kata mana yang harus madd (panjang), mana yang harus ghunnah (dengung), izhhar (jelas), idgham (digabungkan), ikhfa’ (disamarkan) dan iqlab (dibalik). Atau seperti yang digarap oleh suatu ilmu khusus yang dikenal dengan "Ilmu Tajwid al-Quran".
Hingga rasam (metode penulisan) al-Quran, masih tetap tertulis dan tercetak hingga saat ini, seperti tertulis pada era khalifah Utsman bin Affan r.a., meskipun metode dan kaedah penulisan telah berkembang jauh. Hingga saat ini, tidak ada suatu pemerintah muslim atau suatu organisasi ilmiah pun, yang berani mengubah metode penulisan al-Quran itu, dan menerapkan kaedah-kaedah penulisan yang berlaku bagi seluruh buku, media cetak, koran dan lainnya yang ditulis dan dicetak, bagi al-Quran.
Allah SWT menurunkan al-Quran untuk memberikan kepada manusia tujuan yang paling mulia, dan jalan yang paling lurus.
Sesungguhnya Al Quran Ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar, (QS al Isrâ’, 17: 9)
15. Hai ahli kitab, Sesungguhnya Telah datang kepadamu Rasul kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya Telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan[1].
16. Dengan Kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (QS al-Mâidah, 5: 15-16)
Al-Quran adalah "cahaya" yang dianugerahkan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya, di samping cahaya fithrah dan akal. "Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis)." (QS an-Nûr, 24: 35). Dan al-Quran mendeskripsikan dirinya sendiri sebagai cahaya, dalam banyak ayat.
Seperti dalam firman Allah SWT:
Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan Telah kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (al-Quran). (QS an-Nisâ’, 4: 174)
Dan berfirman kepada para sahabat Rasulullah Saw dengan firman-Nya:
(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka[2]. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (QS al-A’râf, 8: 157)
Di antara karakteristik cahaya adalah:
· dirinya sendiri telah jelas, kemudian ia memperjelas yang lain.
· membuka hal-hal yang samar,
· menjelaskan hakikat-hakikat,
· membongkar kebatilan-kebatilan,
· menolak syubhat (kesamaran),
· menunjukkan jalan bagi orang-orang yang sedang kebingungan saat mereka gamang dalam menapaki jalan atau tidak memiliki petunjuk jalan,
· menambah jelas dan menambah petunjuk bagi orang yang telah mendapatkan petunjuk.
Dan jika al-Quran mendeskripsikan dirinya sebagai "cahaya", dan dia adalah "cahaya yang istimewa", ia juga mendeskripsikan Taurat dengan kata yang lain: "Di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi)."
Seperti dalam firman Allah SWT:
Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS al- Mâidah, 5: 44)
Demikian juga mendeskripsikan Injil seperti itu, seperti dalam firman Allah SWT tentang Nabi 'Isa:
Dan kami iringkan jejak mereka (nabi nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. dan kami Telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa. (QS al-Mâidah, 5: 46)
Perbedaan dalam dua pengungkapan itu menunjukkan perbedaan antara al-Quran dengan kitab-kitab suci lainnya. Hal itu karena al-Quran ini datang untuk membenarkan kitab-kitab suci yang telah turun sebelumnya. Yaitu yang berkaitan dengan pokok-pokok aqidah dan akhlak, sebelum kitab-kitab itu dipalsukan dan diubah tangan manusia. Al-Quran juga mengungguli kitab-kitab suci sebelumnya, yaitu dengan mengoreksi dan meluruskan tambahan-tambahan dan perubahan-perubahan yang telah disisipkan oleh manusia dalam kitab-kitab itu. Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[3] terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu[4], kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu, (QS al-Mâidah, 5: 48)
Al-Quran -- sebagaimana ia diturunkan oleh Allah SWT -- mempunyai keunggulan-keunggulan yang membuatnya istimewa dibanding kitab suci lainnya. Ia adalah kitab Ilahi, kitab suci yang menjadi mukjizat, kitab yang memberikan penjelasan dan dimudahkan untuk dipahami, kitab suci yang dijamin pemeliharaan keautentikannya, kitab suci bagi agama seluruhnya, kitab bagi seluruh zaman, dan kitab suci bagi seluruh manusia.
Al-Quran juga mempunyai maksud dan tujuan yang dibidiknya, di antaranya: meluruskan kepercayaan-kepercayaan dan pola pandang manusia tentang Tuhan, kenabian, dan balasan atas amal perbuatan, serta meluruskan pola pandangan tentang manusia, kemuliaannya dan menjaga hak-haknya, terutama bagi kalangan yang lemah dan tidak berpunya.
Ia juga bertujuan untuk menghubungkan manusia dengan Rabbnya, agar manusia hanya menyembah-Nya semata dan bertaqwa kepada-Nya dalam seluruh urusannya.
Al-Quran juga bertujuan untuk membersihakan jiwa manusia, yang jika jiwa itu telah bersih niscaya bersih dan baiklah seluruh masyarakat. Dan jika jiwa itu rusak, niscaya rusaklah masyarakat seluruhnya.
Ia juga berusaha membentuk keluarga yang kemudian menjadi pangkal kedirian suatu masyarakat. Juga mengajarkan sikap adil terhadap kalangan perempuan, yang merupakan pokok utama dalam bangunan keluarga.
Al-Quran juga membangun umat yang saleh, yang dianugerahkan amanah untuk menjadi saksi bagi manusia, yang diciptakan untuk memberikan manfaat bagi manusia dan memberikan petunjuk bagi mereka.
Setelah itu, mengajak untuk menciptakan dunia manusia yang saling kenal mengenal dan tidak saling mengisolasi diri, saling memberi maaf dan tidak saling membenci secara fanatik, serta untuk bekerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan, bukan dalam kejahatan dan permusuhan.
Kita berkewajiban untuk memperlakukan al-Quran ini secara baik: dengan menghapal dan mengingatnya, membaca dan mendengarkannya, serta mentadabburi dan merenungkannya.
Kita juga berkewajiban untuk berlaku baik terhadapnya dengan memahami dan menafsirkannya. Tidak ada yang lebih baik dari usaha kita untuk mengetahui kehendak Allah SWT terhadap kita. Dan Allah SWT menurunkan kitab-Nya agar kita mentadabburinya, memahami rahasia-rahasianya, serta mengeksplorasi mutiara-mutiara terpendamnya. Dan setiap orang berusaha sesuai dengan kadar kemampuannya.
Namun yang disayangkan, dalam bidang ini telah terjadi kerancuan yang berbahaya, yaitu dalam memahami dan menafsirkan al-Quran. Oleh karena itu harus dibuat rambu-rambu dan petunjuk yang mampu menjaga dari kekeliruan dalam usaha ini, serta perlu diberikan peringatan tentang ‘ranjau-ranjau’ yang menghadang di jalan, yang dapat berakibat fatal jika dilanggar.
Tidak selayaknya umat al-Quran mengalami hal yang sama yang pernah terjadi dengan umat Taurat, yang diungkapkan oleh al-Quran dalam firman-Nya:
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, Kemudian mereka tiada memikulnya[5] adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. (QS al-Jumu'ah, 62: 5).
Kita juga harus berlaku baik terhadap al-Quran dengan mengikuti petunjuknya, mengerjakan ajarannya, menghukum dengan syari'atnya serta mengajak manusia mengikuti petunjuknya. Ia adalah manhaj bagi kehidupan individu, antarindividu dan sosial.
Umat kita pada abad-abad pertama -- yang merupakan abad-abad yang paling utama -- telah berinteraksi dengan baik terhadap al-Quran. Mereka berlaku baik dalam memahaminya, mengetahui tujuan-tujuannya, berlaku baik dalam mengimplementasikannya secara massive dalam kehidupan mereka, dalam bidang-bidang kehidupan yang beragam, serta berlaku baik pula dalam mendakwahkannya. Contoh terbaik hal itu adalah para sahabat. Kehidupan mereka telah diubah oleh al-Quran dengan amat drastis dan revolusioner. Al-Quran telah mengubah mereka dari perilaku-perilaku jahiliyah menuju kesucian Islam, dan mengeluarkan mereka dari kegelapan ke dalam cahaya. Kemudian mereka diikuti oleh murid-murid mereka dengan baik, untuk selanjutnya murid-murid generasi berikutnya mengikuti murid-murid para sahabat itu dengan baik pula. Melalui mereka itulah Allah SWT memberikan petunjuk kepada manusia, membebaskan negeri-negeri, memberikan kedudukan bagi mereka di atas bumi, sehingga mereka kemudian menegakaj sistem sosial yang berkeadilan, serta peradaban yang luhur atas dasar iman dan semangat tauhid.
Kemudian datang generasi-generasi berikutnya, yang menjadikan al-Quran terlupakan, mereka menghapal huruf-hurufnya, namun tidak memperhatikan ajaran-ajarannya. Mereka tidak mampu berinteraksi secara benar dengannya, tidak memprioritaskan apa yang menjadi prioritas al-Quran, tidak menganggap besar apa yang dinilai besar oleh al-Quran serta tidak menganggap kecil apa yang dinilai kecil oleh al-Quran. Di antara merek ada yang beriman dengan sebagiannya, namun kafir dengan sebagiannya lagi. Mereka tidak mampu berinteraksi secara baik dengan al-Quran, seperti yang dikehendaki oleh Allah SWT. Meskipun mereka mengambil berkah dengan membawanya serta menghias dinding-dinding rumah mereka dengan ayat-ayat al-Quran, namun mereka lupa bahwa keberkahan itu terdapat dalam mengikuti dan menjalankan ajaran-ajarannya. Seperti difirmankan oleh Allah SWT:
Dan al-Quran itu adalah Kitab yang kami turunkan yang diberkati, Maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat. (QS al-An'âm, 6: 155)
Tidak ada jalan untuk membangkitkan umat dari kelemahan, ketertinggalan dan keterpecah-belahan mereka selain daripada kembali kepada al-Quran ini, dengan menjadikannya sebagai panutan dan imam yang diikuti. Dan cukuplah al-Quran sebagai petunjuk.

[1] Cahaya di sini, maksudnya: “Nabi Muhammad s.a.w.”; dan Kitab di sini, maksudnya: “al-Quran”.

[2] Maksudnya: dalam syari'at yang dibawa oleh Muhammad itu tidak ada lagi beban-beban yang berat yang dipikulkan kepada Bani Israil. Umpamanya: mensyari'atkan membunuh diri untuk sahnya taubat, mewajibkan kisas pada pembunuhan baik yang disengaja atau tidak tanpa membolehkan membayar diat, memotong anggota badan yang melakukan kesalahan, membuang atau menggunting kain yang terkenai najis.
[3] Maksudnya: al-Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam kitab-kitab sebelumnya.
[4] Maksudnya: umat nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.

[5] Maksudnya: tidak mengamalkan isinya, antara lain tidak membenarkan kedatangan Muhammad s.a.w.

Tidak ada komentar: