Selasa, 25 September 2007

TAQDIR

TAQDIR

Taqdir secara bahasa berasal dari kalimat qaddara - yuqaddiru - taqdîran, artinya: ketentuan, ukuran, ketetapan, rumusan. untuk referensi (lihat QS al-Furqân, 25: 2).
Ukuran, ketentuan, rumusan pasti Ilahi (Taqdir) ini ada dua macam
1. ketentuan, ukuran, rumus pasti ilahi (Taqdir) yang dijelaskan pada manusia.
2. ketentuan, ukuran, rumus pasti ilahi (Taqdir) yang dirahasiakan pada manusia.
Taqdir yang diberitahukan pada manusia, sifatnya terbuka pada perubahan, kita (manusia) diberi kebebasan untuk memodifikasi, merubah memanfaatkan ketentuan/taqdir terbuka tadi. Dan perbuatan kita dalam merespon taqdir terbuka ini dinilai ilahi, mungkin berpahala atau berdosa. Taqdir seperti ini disebut oleh ulama sebagai taqdir mukhayyar (Taqdir yang bisa diikhtiari/diusahakan). Taqdir Mukhayyar berfungsi sebagai alat uji kemampuan dan ketaatan.
Sedang taqdir yang dirahasiakan, sifatnya mutlak, tidak bisa diubah dan (bila sudah tiba saatnya) mau tidak mau pasti berlaku pada manusia seperti yang digariskanNya. Dalam hal ini "hati manusia" dalam merespon taqdir tak terelakkan tersebut dinilai oleh Allah. Bershabar atau malah ingkar? Taqdir ini dikenal oleh ulama sebagai "Taqdîr Mubram" taqdir yang tergantung (Ilahi) yang kita tinggal menerima saja tanpa bisa menghindar, fungsinya sebagai alat uji kesabaran.
1. Taqdir Mukhayyar
Taqdir yang dijelaskan pada manusia/taqdir terbuka yang bisa diikhtiari ini dijelaskan Allah kepada manusia dengan dua cara :
a. Melalui wahyu
b. Melalui pengalaman sehari hari/empiris yang kemudian terangkum dalam bentuk ilmu pengetahuan/teknologi.
Taqdir terbuka yang dijelaskan melalui wahyu misalnya :
1) Orang yang Shalat tidak khusyu, tidak berbekas dalam kehidupan di luar Shalat, akan masuk Neraka Wail (QS al-Mâ’ûn, 107: 4-5).
2) Orang yang kikir, tidak mau berinfaq untuk kejayaan Al Islam, akan disetrika muka perut dan punggungnya dengan setrika api di neraka (QS At-Taubah, 9: 34-35)
3) Orang yang menolak mengikuti apa yang menimbulkan keridhaan Allah, malah bersemangat mengerjakan apa yang dimurkai-Nya, akan hapus segala amalnya dan mati dalam keadaan mengenaskan, dipukul. muka dan punggungnya sekali pukul oleh Malaikatul Maut (QS Muhammad, 47: 27-28)
Jadi kalau ditanya: Orang yang di dunia tidak Shalat, atau Shalat tidak khusyu, masuk neraka? apa itu karena taqdir dia masuk neraka? Kita jawab Ya! dia ditaqdirkan masuk neraka. Sebab memang sudah rumus bakunya demikian, Shalat tidak benar apalagi tidak Shalat sama sekali rumus pastinya memang harus masuk neraka .
Bagaimana kalau berubah? di dunia sempat bertaubat, beriman dan beramal saleh, apa dia bisa ditaqdirkan masuk surga? Kita jawab Ya! kalau dia beriman dan beramal sholeh, berbuat kebaikan hingga wafatnya dia ditaqdirkan masuk surga, sebab begitu menurut taqdir yang dijelaskan ilahi kepada kita bahwa yang bertaubat dan beramal sholeh rumus bakunya akan masuk surga (QS al-Furqân, 25: 68-75).
Apakah taqdir seperti ini bisa diubah? Kita jawab ya! Dalam taqdir terbuka dijelaskan kalau iman dan shalat khusyu akan bahagia (QS al-Mu’minûn, 23: 1-2), kalau Shalat tidak khusyu, tidak berdampak apapun di luar Shalatnya, akan celaka (QS al-Mâ’ûn, 107: 4-5). Terserah anda mau pilih taqdir yang mana, yang jelas begitulah rumus pastinya (taqdirnya).
Adapun yang dijelaskan melalui pengalaman empiris, ilham kreativitas penemuan teknologi dsb., misalnya:
1) Api itu ketentuannya/taqdirnya membakar.
2) Benda yang tidak disangga sesuatu, tidak terikat sesuatu akan jatuh tertarik gaya gravitasi bumi.
3) insektisida bersifat mematikan, dalam jumlah kecil terhadap serangga, dalam jumlah besar juga pada manusia.
Setelah taqdir ini terbuka pada manusia, maka manusia diperkenankan bersikap atasnya, bebas, cuma dia bertanggung jawab atas pilihan/sikap yang dikerjakannya atas taqdir taqdir terbuka ini.
Bila anda seorang ibu rumah tangga, menggunakan taqdir api yang membakar ini untuk memasak, menggoreng telur dan dengan ikhlas menghidangkannya pada keluarga maka sikap anda memanfa'atkan taqdir terbuka seperti ini berpahala.
Sebaliknya bila ada seorang wanita hamil tanpa nikah, kemudian karena putus asa, dia lempar bayi merah yang baru dilahirkannya ke dalam api. Maka bayi itu mati gosong, apakah kematiannya taqdir? Ya taqdir, memang ketetuan pastinya begitu, sesuatu masuk api ya gosong. Tapi si ibu berdosa, dia terlibat dalam pewujudan taqdir buruk bagi si bayi itu. Tahu taqdir api begitu, mengapa dimasukkan ke dalam api?
Atau kalau seseorang minum racun serangga dan mati, apakah kematiannya taqdir? Ya taqdir, sebab begitu rumus/ketentuan racun serangga, bersifat membunuh. cuma dia berdosa dengan mati atas taqdir minum racun tersebut. Sebab dia terlibat dalam penyalah gunaan taqdir yang sudah dijelaskan pada manusia melalui ilmu tadi. Dalam Hadits qudsi disebutkan (kira kira demikian bunyinya) : "telah kutetapkan hamba-Ku berumur sekian, tapi dia memaksakan untuk mempercepatnya dengan bunuh diri, aku murka kepadaNya" (Maaf bila redaksi di atas dikutip berdasar makna yang saya ingat, kitab haditsnya sedang tidak di tempat).
3. Taqdir Mubram
Taqdir ini sifatnya mutlaq, kalau sudah dikehendaki begitu terkena pada kita, maka pasti akan terkena tanpa kita bisa menghindar. Dan sikap kita menerima kenyataan yang ditaqdirkan itulah yang dinilai, bersabar atau tidak.
Saya pernah baca (persisnya lupa) sebuah hadits qudsi yang bunyinya demikian: "Wahai Malaikat, turun pada si anu, jadikan dia begini dan begini, aku ingin mendengan keluhannya ..." ini termasuk program ilahi seperti yang disebutkan dalam QS Muhammad, 47: 31.
Dalam riwayat lain (ada di Mukhtarul Ahadits) "kalau Allah hendak menimpakan suatu taqdir (Taqdir Mubram) pada seseorang, maka diangkat ingatannya, hingga terjadi sesuatu di luar kontrolnya. Begitu telah terjadi, ia dikembalikan pada ingatannya, dan dia diuji atas apa yang terjadi tersebut.
Dalam Al Quran ayat ayat yang membahas dua macam taqdir ini tertebar banyak, terkadang seperti bertentangan, padahal membahas dua jenis taqdir yang berbeda. Seperti QS an-Nisâ’, 4: 79 bandingkan dengan QS al-Hadîd, 57: 22-23; QS ar-Ra’d, 13: 11 bandingkan dengan QS al-Isrâ’, 17: 13, QS asy-Syûrâ, 42: 30 Bandingkan dengan QS at-Taghâbûn, 64: 11
Dulu orang yang cenderung berfikir bahwa Taqdir itu sepenuhnya mukhayyar, memilih ayat ayat di sebelah kiri sebagai alasan dan mentafsirkan ayat ayat yang di sebelah kanan dipaksakan agar sesuai dengan yang di kiri. Jadilah mereka kaum qadariyyah.
Sedang orang orang yang cenderung beranggapan bahwa taqdir itu sepenuhnya Mubram, menggunakan ayat di sebelah kanan sebagai dalil dan memaksa interpretasi ayat ayat sebelah kiri agar sesuai dengannya, jadilah mereka kaum jabbariyyah. Padahal ayat ayat di atas membahas dua jenis taqdir yang berbeda. Dengan demikian, kita tidak boleh tergesa gesa "mengkambinghitamkan" Allah atas suatu keburukan yang terjadi pada kita.
Seseorang yang ngebut, padahal dia tahu rem lagi longgar daya cengkramnya, jalan lagi "busy" terus dia tabrakan. Ketika ditanya orang : "Kenapa tabrakan" dia jawab, "Yah inilah taqdir yang digariskan buat saya, saya harus celaka di jalan raya .."
Nanti dulu, boleh jadi kejadian itu akibat kesalahanmu sendiri (QS an-Nisâ’, 4: 79, QS asy-Syûrâ, 42: 30). Atau seseorang yang masuk neraka nanti, tidak boleh beralasan, saya masuk neraka ini karena taqdir Ilahi. Sebab ternyata dalam al-Quran, ketika seseorang ditanya : Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam neraka saqar? Penghuni neraka itu bukan beralasan "Demikianlah taqdir atas saya" Tapi mereka menjawab "Dulu kami orang orang yang tidak mengerjakan Shalat, tidak peduli fakir miskin, dan sebagainya" (QS al-Muddatstsir, 74: 42-51)

*) Materi Kuliah/STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta/Selasa, 4 Oktober 2004

Tidak ada komentar: