Senin, 22 Oktober 2007

AGAMA ISLAM DALAMKEHIDUPAN MODERN

AGAMA ISLAM DALAM KEHIDUPAN MODERN

Berbicara tentang agarna Islam dalam kehidupan modern, terlebih dahulu perlu digarisbawahi keharusan pemisahan antara agarna dan pemeluk agama seperti ucapan Syaikh Muhammad Abduh di atas.
الإِسْلاَمُ مَحْجُوْبٌ بِالْمُسْلِمِيْنَ
Ajaran Islam tertutup oleh perilaku kaum Muslim.

Islam memiliki prinsip-prinsip dasar yang harus mewarnai sikap dan aktivitas pemeluknya. Puncak dari prinsip itu adalah tauhid. Di sekelilingnya beredar unit-unit bagaikan planet-planet tata surya yang beredar di sekeliling matahari, yang tidak dapat melepaskan diri dari orbitnya. Unit-unit tersebut antara lain:
a. Kesatuan alam semesta. Dalam arti, Allah menciptakannya dalam keadaan amat serasi, seimbang, dan berada di bawah pengaturan dan pengendalian Allah Swt. melalui hukum- hukum yang ditetapkan-Nya.
b. Kesatuan kehidupan. Bagi manusia ini berarti bahwa kehidupan duniawinya menyatu dengan kehidupan ukhrawinya. Sukses atau kegagalan ukhrawi, ditentukan oleh amal duniawinya.
c. Kesatuan ilmu. Tidak ada pernisahan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu umum, karena semuanya bersumber dari satu sumber yaitu Allah Swt
d. Kesatuan iman dan rasio. Karena masing-masing dibutuhkan dan masing-masing mempunyai wilayahnya sehingga harus saling melengkapi.
e. Kesatuan agama. Agama yang dibawa oleh para Nabi kesemuanya bersumber dari Allah Swt., prinsip-prinsip pokoknya menyangkut akidah, syariah, dan akhlak tetap sama dari zaman dahulu sampai Sekarang.
f. Kesatuan kepribadian manusia. Mereka semua diciptakan dari tanah dan Ruh Ilahi.
g. Kesatuan individu dan masyarakat. Masing-masing harus saling menunjang.
Islam - dalam hal urusan hidup duniawi - tidak memberi rincian petunjuk, karena
أْنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمُوْرِ دُنْيَاكُمْ
Kamu lebih mengetahui tentang tentang duniamu (daripada aku).

Demikian sabda Nabi Muhammad Saw. sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dari prinsip-prinsip semacam di atas, seorang Muslim dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan positif masyarakatnya, dan karena itu pula Islam memperkenalkan dirinya sebagai "Agama yang selalu sesuai dengan setiap waktu dan tempat. "
Kitab suci al-Quran mempersilakan umat Islam untuk mengembangkan ilmu, menggunakan akalnya menyangkut segala sesuatu yang berada dalam wilayah nalar , yaitu alam fisika ini. Namun harus disadari oleh manusia, bahwa jangankan alam raya yang sedemikian luas, dirinya sendiri sebagai manusia, belum sepenuhnya ia kenal.
Islam tidak menghalangi umatnya untuk memperoleh kekayaan sebanyak mungkin. Bahkan harta yang banyak dinamainya khair (baik) dalam arti perolehan dan penggunaannya harus dengan baik. Islam juga tidak melarang umatnya bersenang-senang di dunia, hanya digarisbawahinya bahwa kesenangan dumawi bersifat sementara, dan karena itu jangan sarnpai ia melengahkan dari kesenangan abadi, atau melengahkan dari kewajiban kepada Allah dan masyarakat.

Umat Islam diperkenalkan oleh al-Quran sebagai ummatan wasathan (umat pertengahan) yang tidak larut dalam spiritualisme, tetapi tidak juga hanyut dalam alam materialisme. Seorang Muslim, adalah memenuhi kebutuhannya dan mewarnai kehidupannya bukan ala malaikat, tetapi tidak juga ala binatang.
Hubungan seks dibenarkannya, tetapi karena manusia adalah makhluk terhormat, yang terdiri dari ruhani dan jasmani, maka hubungan tersebut harus menjadi hubungan lahir dan batin, dan karena itu ia harus dikukuhkan atas nama Tuhan, melalui perkawinan yang sah menurut agama. Nabi Muhammad Saw bersabda :
أَخَذْتُمُوْهُنَّ بِأَمَانَةِ اللهِ وَ اسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ
Kamu mengawini mereka (isteri-isterimu) berdasarkan amanat Allah, dan berhak menggaulinya karena kalimat (izin) Allah,
Manusia diakui sebagai makhluk yang amat mulia, dan jagat raya ditundukkan Tuhan kepadanya, la diberi kelebihan atas banyak makhluk-makhluk yang lain, tetapi sebagaian kelebihan dan keistimewaannya-material dan imaterial-diperoleh melalui bantuan masyarakat,
Bahasa dan istiadat adalah produk masyarakatnya, Keuntungan material, tidak dapat diraihnya tanpa partisipasimasyarakat dalam membeli bagi pedagang, dan adanya irigasi walau sederhana bagi petani, serta stabilitas keamanan bagi semua pihak, yang tidak diwujudkan oleh seorang saja.
Kalau demikian, wajar jika hak asasinya hartis dikaitkan dengan kepentingan masyarakatnya serta ketenangan orang banyak. Pandangan Barat yang menyatakan: Anda boleh melakukan apa saja selama tidak melanggar hak orang lain, tidak sejalan dengan tuntutan moral al-Quran yang menyatakan: “Hendaklah Anda mengurbankan sebagian kepentingan Anda guna kepentingan orang lain”.
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS Al-Hasyr [59]: 9).
Mereka (kelompok Anshar) mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri sekalipun mereka dalam kesalahan. Siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka dalam kekikiran dunianya, mereka itulah orang-orang berwajib
Demikian sekelumit pembahasan tentang agama dalam kehidupan modern.

Tidak ada komentar: