Senin, 22 Oktober 2007

KERUKUNAN DAN DEMOKRASI

KERUKUNAN DAN DEMOKRASI

Biasanya yang paling berharga bagi sesuatu adalah dirinya sendiri. Ini berarti yang paling berharga buat agama adalah agama itu sendiri. Karenanya setiap agama menuntut pengorbanan apa pun dari pemeluknya demi mempertahankan kelestariannya. Namun demikian. Islam datang tidak hanya bertujuan mempertahankan eksistensinya sebagai agama, tetapi juga mengakui eksistensi agama-agama lain. dan memberinya hak untuk hidup berdampingan sambil menghormati pemeluk-pemeluk agama lain.

Jangan mencerca yang tidak menyembah Allah (penganut agama lain) ...(QS Al-An'am [6]: 108).

Tiada paksaan untuk menganut agama (Islam) (QS Al-Baqarah [2]: 256).


Bagimu agamamu dan bagiku agamaku ( QS Al- Kafirun [109]:6)

"Seandainya Allah tidak menolak keganasan sebagian orang atas sebagian yang lain (tidak mendorong kerja sama antar manusia). Niscaya rubuhlah biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah."
Ayat ini dijadikan oleh sebagian ulama, seperti Al-Qurthubi (w. 671 H), sebagai argumentasi keharusan umat Islam memelihara tempat-tempat ibadah umat non-Muslim. Memang, Al- Quran sendiri amat tegas menyatakan bahwa.

Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan seluruh manusia menjadi satu umat saja (QS Al-Nahl [16]: 93).
Tetapi Allah tidak menghendaki yang demikian, karena itu Dia memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih sendiri jalan yang dianggapnya baik, mengemukakan pendapatnya secara jelas dan bertanggung-jawab. Di sini dapat ditarik kesimpulan bahwa kebebasan berpendapat, tennasuk kebebasan memilih agama, adalah hak yang dianugerahkan Tuhan kepada setiap insan.
Yang dikemukakan ayat Al-Quran tersebut merupakan salah satu benih dari ajaran demokrasi, hal mana kemudian akan nampak dengan jelas dalam petunjuk-petunjuk Kitab Suci. Salah satu yang dapat dikemukakan di sini adalah pengalaman Nabi Saw. dalam peperangan Uhud serta kaitannya dengan ayat yang memerintahkan musyawarah. Sejarah menginfonnasikan bahwa ketika terdengar berita rencana serangan musuh-musuh Nabi Saw. dari Makkah ke- Madinah, Nabi Saw. berpendapat bahwa lebih baik menunggu mereka hingga sampai ke kota Madinah. Namun mayoritas sahabat-sahabatnya dengan penuh semangat mendesak beliau agar menghadapi mereka di luar kota. yakni di Uhud. Karena desakan itu, akhirnya Nabi menyetujui. Tetapi. temyata, puluhan sahabat Nabi gugur dalam peperangan tersebut sehingga menimbulkan penyesalan. Setelah pengalaman pahit mengikuti pendapat mayoritas ini, justu Al-quran turun memberi petunjuk kepada Nabi Muhammad Saw. , agar tetap melakukan musyawarah dan selalu bertukar pikiran dengan sahabat-sahabatnya (Baca QS Ali 'Imran [3]: 159).
Demikian terlihat kebebasan beragama, mengemukakan pendapat, dan demokrasi, merupakan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Atas dasar itu pula, kitab suci umat Islam mengakui kenyataan tentang banyaknya jalan yang dapat ditempuh umat manusia. Mereka" diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam kebajikan (QS Al-Baqarah [2]: 148), kesemuanya demi kedamaian dan kerukunan:

Allah memberi petunjuk melalui wahyu-Nya siapa yang mengikuti keridhaan-Nya dengan menelusuri jalan-jalan kedamaian (QS Al-Ma-idah [5]: 16).
Sekali lagi, ditemukan bahwa kebhinekaan diakui atau ditampung selama bercirikan kedarnaian. Bahkan dalarn rangka mewujudkan kedarnaian dengan pihak lain. Islam menganjurkan dialog yang baik (QS Al-Nahl [16]: 125). Dan dalam dialog itu. seorang Muslim tidak dianjurkan untuk mengklaim kepada mitra dialognya bahwa kebenaran hanya menjadi miliknya.

Katakanlah, Kami atau Anda yang berada dalam kebenaran atau kesesatan yang nyata (QS Saba. [34]: 24).
Bahkan lebih jauh dari itu Kitab Suci umat Islam mengajarkan kata atau kalimat-kalimat dialog yang pada lahirnya dapat dinilai "merugikan" Perhatikan terjemahan ayat berikut:

Kamu sekalian tidak akan diminta untuk mempertanggung-jawabkan dosa-dosa kami. Kami pun tidak akan mempertanggung-jawabkan perbuatan-perbuatan kalian... (QS Saba' [34]: 25).
Kita menamai perbuatan kita dosa, dan tidak menamakan perbuatan mitra dialog non-Muslim sebagai dosa, tetapi menyebutnya sebagai "perbuatan".
Perdamaian dan kerukunan yang didambakan Islam, bukankah yang bersifat semu, tetapi yang memberi rasa aman pada jiwa setiap insan. Karena itu, langkah pertama yang di- lakukannya adalah mewujudkannya dalam jiwa setiap pribadi. Setelah itu ia melangkah kepada unit terkecil dalam masyarakat yakni keluarga. Dari sini ia beralih ke masyarakat luas, seterusnya kepada seluruh bangsa di permukaan bumi ini, dan dengan demikian dapat tercipta perdamaian duma, dan dapat terwujud hubungan harmonis serta toleransi dengan semua pihak. a
Demikian, sekelumit ajaran Islam. Kalau kenyataan di dunia Islam berbeda dengan apa yang tersurat dalam petunjuk agama ini, maka yang keliru adalah pelaku ajaran dan bukan ajarannya itu sendiri. Sungguh tepat pernyataan Syaikh Muhaminad Abduh, "Al-Islam mahjub bil muslimin" (Keindahan ajaran Islam ditutupi oleh kelakuan sementara umat Islam).

Tidak ada komentar: