Senin, 01 Oktober 2007

AKHLAK TERHADAP LINGKUNGAN

AKHLAK TERHADAP LINGKUNGAN

Yang dimaksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan. maupun benda-benda tak bernyawa. Pada dasarnya. akhlak yang diajarkan Al-Quran terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai Khalifah
Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan serta pembingbingan. agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaanya.
Dalam pandangan akhlak Islam, seseorang tidak di benarkan mengambil buah sebelum matang atau memetik bunga sebelum mekar. karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaanya.
lni berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan. dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian meng bertanggung jawab. sehingga ia tidak melakukan pengrusakan bahkan dengan kata lain. Setiap perusakanan di lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri.
Binatang, Tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi milik-Nya semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang Muslim untuk menyadadari bahwa semuanya adalah "umat" Tuhan yang harus diperlakukan sacara wajar dan baik.
Karena itu dalam al-Quran surat al-An'am (6): 38 ditegaskan bahwa binatang melata dan burung-burung pun adalah umat seperti manusia juga. sehingga semunya -- seperti ditulis al-Qurthubi (W. 671 H) di dalam tafsirnya -- tidak boleh diperlakukan secara aniaya."
Jangankan dalam masa damai. dalam saat peperanganpun terdapat petunjuk Al-Quran yang melarang malakukan penganiayaan. Jangankan terhadap manusia dan binatang dan bahkan mencabut atau menebang pepohonan pun terlarang, kecuali kalau terpaksa. tetapi itu pun harus seizin Allah, dalam arti harus sejalan dengan tujuan-tujuan penciptaan dan demi ke-maslahatan terbesar.
            
”Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya , Maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan Karena dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik.” (QS al-Hasyr [59]: 5).
Bahwa semuanya adalah milik Allah, mengantarkan manusia kepada kesadaran bahwa apa pun yang berada di dalam genggaman tangannya, tidak lain kecuali amanat yang harus dipertanggungjawabkan. "Setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap angin sepoi yang berhembus di udara, dan setiap tetes hujan yang tercurah dari langit akan dimintakan pertanggungjawaban manusia menyangkut pemeliharaan dan pemanfatannya," demikian kandungan penjelasan Nabi Saw. tentang firman-Nya dalam Al-Quran surat At-Takatsur (102): 8 yang berbunyi, Kamu sekalian pasti akan diminta untuk mempertanggung jawabkan nikmat (yang kamu peroleh). Dengan dernikian bukan saja dituntut agar tidak alpa dan angkuh terhadap sumber daya yang dimilikinya, melainkan juga dituntut untuk memperhatikan apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Pemilik (Tuhan) menyangkut apa yang berada di sekitar manusia.

Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta yang berada di antara keduanya, kecuali dengan (tujuan) yang hak dan pada waktu yanq ditentukan [QS al-Ahqaf [46]: 3).
Pernyataan Tuhan ini mengundang seluruh manusia untuk tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, kelompok, atau bangsa, dan jenisnya saja, melainkan juga harus berpikir dan bersikap demi kemaslahatan semua pihak. la tidak boleh bersikap sebagai penakluk alam atau berlaku sewenang-wenang terhadapnya. Memang, istilah penaklukan alam tidak dikenal dalam ajaran Islam. Istilah itu muncul dari pandangan mitos Yunani yang beranggapan bahwa benda-benda alam merupakan dewa-dewa yang memusuhi manusia sehingga harus ditaklukkan.
Yang menundukkan alam menurut Al-Quran adalah Allah. Manusia tidak sedikit pun mempunyai kemampuan kecuali berkat kemampuan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.
                 •  
”Supaya kamu duduk di atas punggungnya Kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu Telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: "Maha Suci Tuhan yang Telah menundukkan semua Ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya.”


Mahasuci Allah yang menjadikan (binatang) ini mudah bagi kami, sedangkan kami sendiri tidak mempunyai kemampuan untuk itu (QS Az-Zukhruf [43]: 13).
Jika demikian, manusia tidak mencari kemenangan, tetapi keselarasan dengan alam. Keduanya tunduk kepada Allah. sehingga mereka harus dapat bersahabat.
Al-Quran menekankan agar umat Islam meneladani Nabi Muhammad Saw. yang membawa rahmat untuk seluruh alam (segala sesuatu). Untuk menyebarkan rahmat itu. Nabi Muhammad Saw. bahkan memberi nama semua yang menjadi milik pribadinya. sekalipun benda-benda itu tak bernyawa. "Nama" memberikan kesan adanya kepribadian. sedangkan kesan itu mengantarkan kepada kesadaran untuk bersahabat dengan pemilik nama.
Sebelum Eropa mengenal Organisasi Pencinta Binatang, Nabi Muhammad Saw. telah mengajarkan

Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu terhadap binatang, kendarailah, dan beri makanlah dengan baik.
Di samping prinsip kekhalifahan yang disebutkan di atas, masih ada lagi prinsip taskhir, yang berarti penundukan. Namun dapat juga berarti "perendahan ". Firman Allah yang menggunakan akar kata itu dalam al-Quran surat al-Hujurat [49]: 11 adalah:
                                         
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.”
  •         •     
”Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.”(QS al-Jatsiyah [45]: 13).
Ini berarti bahwa alam raya telah ditundukkan Allah untuk manusia. Manusia dapat memanfaatkannya dengan sebaik- baiknya. Namun pada saat yang sama, manusia tidak boleh tunduk dan merendahkan diri kepada segala sesuatu yang telah direndahkan Allah untuknya, berapa pun harga benda-benda itu. la tidak boleh diperbudak oleh benda-benda itu. la tidak boleh diperbudak oleh benda-benda sehingga mengorbankan kepentingannya sendiri. Manusia da1am hal ini dituntut untuk selalu mengingat-ingat, bahwa ia boleh meraih apa pun asalkan yang diraihnya serta cara meraihnya tidak mengorbankan kepentingannya di akhirat kelak.
Akhirnya kita dapat mengakhiri uraian ini dengan menyatakan bahwa keberagamaan seseorang diukur dari akhlaknya. Nabi bersabda,
الدِّيْنُ الْمُعَامَلَةُ
Agama adalah hubungan interaksi yang baik.

Beliau juga bersabda:
مَا مِنْ شَيْئٍ فِى مِيْزَاْنِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ (رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ عَنْ أَبِيْ دَرْدَاْءَ)
Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (amal) seorang mukmin pada hari kiamat, melebihi akhlak yang luhur (Diriwayatkan oleh at- Tirmidzi dari Abu Darda’) .

Tidak ada komentar: