Jumat, 05 Oktober 2007

MENEGAKKAN IBADAH DAN MENGEMBANGKAN AKHLAK SOSIAL

Menegakkan Ibadah dan Mengembangkan Akhlak Sosial

Dalam kitab Wasiat-Wasiat Ibnu Arabi, ada sebuah kisah tentang menjalin hubungan dengan Allah, yang mence-ritakan tentang seorang saleh yang berwasiat kepada seseorang. Orang saleh itu berkata, "Orang yang tertipu adalah orang yang memandang anu-gerah-Nya saja. Ia terputus dan tidak bisa memandang-Nya. Manusia terikat dengan kesenangan dunia, sedangkan orang-orang yang tulus dan benar terikat dengan Pemberi anugerah."
Orang saleh itu kemudian me-lanjutkan, "Tanda terikatnya hati mereka dengan anugerah-Nya adalah permohonan mereka kepada anugerah-Nya. Dan di antara tanda-tanda teri-katnya kalbu orang-orang yang tulus dan benar dengan Pemberi anugerah ialah bahwa anugerah tercurah kepada mereka, tetapi mereka justru melu-pakannya. Jadikanlah san-daranmu kepada Allah di dalam keadaan itu, dan bukan atas keadaan itu. Pahamilah, karena ini termasuk tauhid pilihan."
Dalam bersyukur kepada Allah terkadang manusia suka melihat keadaan dirinya. Jika ia dalam keadaan susah maka ia akan ingat Allah, namun ketika senang ia lupa akan Allah. Padahal ketika manusia senang, anugerah itu datangnya dari Allah, dan manusia lupa terhadap-Nya. Sehingga manusia seringkali melanggar perintah-perintah-Nya, dalam satu riwayat disebutkan Imam Ali pernah berkata, "Sesungguhnya Allah meletakkan larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar. Karena itu, janganlah engkau melanggarnya. Allah telah meletakkan serangkaian kewajiban yang harus dilakukan. Maka, janganlah engkau meninggalkannya. Begitu juga dalam beberapa masalah, Allah bersikap diam. Namun, itu bukan karena lupa. Maka janganlah engkau kemudian menetapkan kewajiban-kewajiban tertentu yang memberatkanmu." Jadi dalam hidup manusia sudah ditentukan Allah Swt mengenai larangan dan kewajiban, namun Allah Swt tidak menetapkan segala hal secara detail, karena ini merupakan ke-bebasan manusia.
Dengan demikian ibadah mem-punyai arti yang luas, yaitu ketika manusia mentaati Allah Swt dan meninggalkan larangannya dalam berbagai aspek ke-hidupan maka ia sebenarnya sudah ber-ibadah kepada Allah Swt.. Beribadah bukan hanya memerlukan waktu dan tempat khusus saja. Karena pada dasarnya ibadah me-rupakan salah satu kebutuhan manusia. Ibadah ialah suatu keadaan yang ada dalam diri manusia. Dari sisi batin, manusia mengarahkan perhatiannya kepada Zat yang telah menciptakannya dan juga meng-genggam wujudnya dalam kekuasaan-Nya. Manusia membutuhkan Zat itu. Pada hakekatnya, ini merupakan perjalanan yang ditempuh manusia dari makhluk kepada pencipta-Nya. Terlepas dari semua faedah dan pengaruh yang ditimbulkannya, ibadah merupakan salah satu kebutuhan jiwa manusia. Tidak dilaksanakannya Ibadah akan menim-bulkan ketidakseimbangan dalam jiwa manusia.
Dalam hal ini, ada contoh se-derhana tentang perlunya menyeim-bangkan kebutuhan ruhani dan materi. Misalkan, kita hendak meletakkan dua wadah di kedua sisi punggung seekor hewan, maka kedua wadah itu harus seimbang. Tidak boleh satu wadah penuh berisi barang, sementara wadah lainnya dibiarkan kosong. Dalam jiwa manusia ada ruang-ruangan kosong. Dalam hati manusia, ada banyak tempat kosong. Setiap kebutuhan yang tidak terpenuhi akan membuat jiwa manusia gelisah dan tidak seimbang. Dengan demikian jika manusia berniat menghabiskan seluruh umurnya dengan hanya melakukan ibadah dan tidak mau memperhatikan berbagai kebutuhan lainnya, maka kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi itu akan berontak, menyakitinya, dan mem-buatnya resah. Sebaliknya juga demikian. Sekiranya manusia sepanjang hidupnya hanya berusaha memenuhi ke-inginan-keinginan materi saja dan tidak mau sama sekali memperhatikan kebutuhan-kebu-tuhan spiritualnya, maka ruh dan jiwanya akan senantiasa berada dalam keadaan resah dan memberontak.
Salah seorang tokoh dunia dari India, Nehru punya pengalaman menarik tentang keberagamaan. Pada masa mu-danya, Nehru adalah seorang yang sama sekali tidak beragama. Namun pada masa-masa akhir hidupnya, keadaanya berubah. Ia mengatakan, "Aku merasakan ada sebuah ruangan hampa dalam hatiku dan juga di alam ini, yang tidak mungkin bisa kupenuhi kecuali dengan masalah-masalah spiritual. Terjadinya berbagai goncangan dan keresahan di alam ini ialah disebabkan kekeuatan-kekuataan spiritual telah dilemahkan. Inilah yang menyebabkan tidak ada lagi keseimbangan di alam ini."
Jelaslah bahwa manusia benar-benar membutuhkan ibadah dan ketaatan. Berbagai penyakit jiwa banyak merajalela di zaman sekarang. Hal ini disebabkan manusia jauh dari ibadah kepada Tu-hannya. Dengan demikian ibadah-ibadah seperti salat adalah dokter yang senantiasa siap melayani penghuni sebuah rumah untuk mengobati penyakit jiwa. Jika olah raga sangat bermanfaat bagi kesehatan badan, jika air bersih sangat penting dan diperlukan oleh seisi penghuni rumah, jika udara bersih sangat dibutuhkan oleh setiap orang, dan jika makanan sehat dan bergizi diperlukan oleh setiap orang, maka ketahuilah bahwa salat juga penting bagi keselamatan dan kesehatan manusia. Jika ini dilakukan maka betapa banyak orang bisa membersihkan jiwanya sekiranya mereka mengkhususkan satu jam saja dari sehari semalam untuk mengadu dan bermunajat kepada Tuhannya.
Dengan demikian, unsur-unsur yang akan meresahkan jiwa manusia bisa dikeluarkan dengan perantaraan salat. Islam adalah agama yang mencakup sosial dan akhlak disamping hubungan dengan Tuhannya. Mengapa? Sebab Islam me-ngajarkan kepada kita pelajaran-pelajaran sosial yang lebih utama. Allah berfirman dalam al-Quran:
"Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksankan ke-adilan." (QS 57:25).
Dalam ayat lain Allah berfirman :
"Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul dari tengah-tengah mereka yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka menyucikan mereka dan mengajarkan kepada me-reka Kitab dan Hikmah." (QS. 62:2)
Apakah ini berarti bahwa Islam memandang rendah nilai yang dimiliki ibadah karena Islam demikian tinggi memandang nilai yang dikandung dalam ajaran-ajaran sosial? Sama sekali tidak. Islam tidak mengecilkan arti ibadah, meskipun hanya sebesar biji saqwi. Bahkan, Islam tetap menjaga kedudukan dan derajat ibadah di atas segala sesuatu ini. Dalam pandangan Islam, ibadah merupakan pokok ajaran. Jika ibadah tidak dilaksanakan secara benar, maka masalah-masalah sosial dan akhlak juga tidak akan benar. Jika ibadah tidak diwujudkan, maka kedua ajaran tersebut, yaitu ajaran akhlak dan ajaran sosial tidak akan bisa berubah menjadi realitas di alam nyata.
Ini bukan berarti membenarkan pendapat bahwa mungkin saja di dunia ini seseorang adalah seorang muslim yang baik dari segi akhlak dan sosial, namun bukan seorang muslim yang baik dari sisi ibadah. Dalam pandangan Islam tidak diakui seseorang yang tidak mengerjakan salat ada ciri-ciri seorang Muslim. Imam Ali berkata, "Tidak ada sesuatu yang mencapai derajat salat setelah beriman kepada Allah." Rasululkah saw pernah bersabda, "Salat tidak ubahnya seperti mata air hangat yang ada dalam rumah seseorang. Di situ ia mandi sebanyak lima kali dalam sehari dengan meng-ggunakan air hangat itu." Imam Ali berkata, "Engkau harus menepati salat dan engkau harus memeliharanya."
Allah memerintahkan kepada Rasulullajh saw:
" Dan perintahkanlah keluargamu untuk mendirikan Shalat dan bersabarlah kamu dalam mendirikannya" (QS 20:132).
Dalam ayat lain dikata-kan:
"Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (mengerjakan salat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam, atau sepertiganya. Dan (demikian pula) segolongan orang-orang yang bersama kamu (QS 73: 20).

Seorang manusia tidak akan menjadi manusia sempurna tanpa iba-dah. Nabi Muhammad saw tetap seorang Nabi. Namun demikian, beliau tetap mengerjakan ibadah. ketaatan dan istighfar. Imam Ja’far ash-Shadiq berkata: "Setiap kali Rasulullah saw duduk dalam satu majlis, beliau mengucapkan istighfar sebanyak dua puluh lima kali. Yang beliau ucapkan ialah: Astaghfirullah rabbî wa atûbu ilâîh, yaitu aku memohon ampun kepada Allah yang merupakan Tuhan-Ku dan aku bertobat kepada-Nya."
Dalam Islam penegakkan dua aspek, ibadah dan muamalah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Manusia muslim adalah orang mempunyai tanggung jawab secara vertikal dan juga horizontal, kepada Allah dan juga manusia. Dalam diri seorang Muslim nilai spiritual dan sosial berpadu membentuk citra muslim sejati.[]

Tidak ada komentar: